MAKALAH
LAHIRNYA
NEGARA ISLAM KEPEMIMPINAN PADA
MASA
RASULULLOH SAW
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“SEJARAH PERADAPAN ISLAM”
Dosen Pengampuh :
Yuni Masrifatin, MA
Disusun Oleh :
1.
Rika Dwi
Astikasari
2.
Seno Aji
PROGRAM STUDY
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
NGLAWAK KERTOSONO
NGANJUK
2018
Kata Pengantar
Segala
puji dan syukur bagi Allah SWT semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya.
serta Limpahan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga
akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas berkat rahmat serta bimbingan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Lahirnya Negara Islam Kepemimpinan
Rosululloh”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Sejarah Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul ‘Ula,
Nglawak-Kertosono.
Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada
rekan-rekan yang telah memberikan motivasi, baik moril maupun materil.
Semoga makalah ini mendapat ridho
Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
21 Maret 2018
Kelompok
2
Daftar Isi
HALAMAN.
Kata Pengantar…………………….………………………………………….. i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang…………………………………………………………….... 1
2. RumusanMasalah…………………………………………………………....
1
3. Tujuan……………………………………………………………………..... 1
BAB
2 PEMBAHASAN
1. Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW..…………………………………. 4
2. Islam pada masa Khulafaur Rosyidin……………………………………….
5
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan……………………………………………………………….… 11
2.
Saran………………………………………………………………………...
. 11
DAFTARPUSTAKA…………………………………………………….............
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan bimbingan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, manusia sempurna yang senantiasa kita harapkan
syafaatnya, dan yang telah membimbing umatnya dengan penuh kesabaran ke jalan
yang benar.
Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan peradapan islam dimulai pada masa nabi Muhammad
SAW sampai dengan masa Bani Umayyah. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia teladan
yang yang memiliki kepribadian luhur dan pantang mundur dalam perjuangan
menegakkan syariat islam meskipun banyak mendapat cobaan dan rintangan.
Dalam
sejarah Peradapan Islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan
menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad menjalani hidup di Makkah dan di
Madinah. Sejarah masa hidup Nabi ini selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap
kali pula mendapatkan perhatian dibidang disiplin seperti studi Al-Qur’an.
Situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad menjadikan perbedaan tema-tema
sentral dalam ajaran Islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah.
Demikian
juga yang terjadi dalam sejarah Islam, karena perbedaan dan tantangan yang
dihadapi Nabi Muhammad berbeda di dua tempat tersebut para ahli sejarah Islam
membagi sejarah hidup rasul tersebut ke dalam dua babak, yaitu sejarah ketika
rasul di Makkah dan sejarah ketika rasul di Madinah. Dan tentang sejarah hidup
rasul di Makkah dan Madinah.
Begitu
juga dengan sejarah peradaban islam setelah nabi Muhammad wafat yang merupakan
masa Khalifah Rasyidin, semua ini akan kita bahas dalam pembahasan makalah ini.
2.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana sejarah
islam pada masa nabi Muhammad ?
2.
Bagimana Islam pada
masa Khulafaur Rosyidin ?
3.
TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan masalah sebagai berikut:
1. menjelaskan tentang sejarah islam pada masa Rosululoh.
1. menjelaskan tentang sejarah islam pada masa Rosululoh.
2. menjelaskan tentang sejarah islam pada masa
Khulafaur Rosyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Islam
Pada Masa Nabi Muhammad
Kondisi bangsa arab sebelum
kedatangan islam, terutama di sekitar Mekah masih diwarnai dengan penyembahan
berhala sebagai Tuhan.Yang dikenal dengan istilah paganisme. Selain menyembah
berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi(Nasrani),
agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu juga
agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah,
serta agama Majusi, yaitu agama orang-orang persia.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal atau 20 April 571 M.
Ketika itu Raja Yaman Abrahah dengan gajahnya menyerbu Mekah untuk
menghancurkan Ka’bah. Sehingga tahun itu dinamakan Tahun Gajah. Beliau telah
menjadi yatim piatu ketika berumur delapan tahun, dan beliau diasuh oleh kakek
dan pamannya, Abdul Muthalib dan Abu Thalib. Pada umur 12 tahun Nabi Muhammad sudah
mengenal perdagangan, sebeb pada saat itu beliau telah diajak berdagang oleh
paman beliau, Abu Thalib ke Negeri Syam. Dari pengalamannya berdagang, maka
setelah beranjak dewasa, beliau ingin berusaha berdagang dengan membawa barang
dagangan Khadijah, seorang saudagar wanita yang pada akhirnya menjadi istri
beliau.
Fase kenabian Nabi Muhammad dimulai ketika beliau bertahannus atau menyepi di
Gua Hira, sebagai imbas keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab yang
menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama, yang
berupa surat Al-‘Alaq 1-5. Dengan wahyu yang pertama ini, maka beliau telah
diangkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad belum
diperintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu kedua,
yaitu surat Al-Mudatsir ayat 1-7, Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Rasul yang
harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad dibagi menjadi dua periode,
yaitu :
a. Periode Mekah,ciri pokok dari
periode ini adalah pembinaan dan pendidikan tauhid(dalam arti luas)
b. Periode
Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik(dalam
arti luas)
A. Periode
Mekah
Pada
periode ini, tiga tahun pertama dakwah islam dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan
keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah
beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid bekas
budak beliau. Di samping itu, juga banyak orang yang masuk islam dengan
perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal
Awwalun(orang-orang yang lebih dahulu masuk islam), mereka adalah Utsman bin
Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahmanbin ‘Auf, Thalhah
bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarhah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang
rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah(rumah Arqam). Kemudian setelah turun
ayat 94 Surah Al-Hijr, nabi Muhammad saw memulai dakwah secara-terang-terangan.[1]
Dalam menyebarkan
agama islam, Nabi Muhammad melakukannya dengan tiga cara, yaitu:
a.
Rahasia.
Pada tahapan ini Nabi menyempaikannya hanya pada kalangan keluarganya sendiri
dan teman dekatnya.
b.
Semi
Rahasia. Beliau menyebarkan Agama Islam dalam ryang lingkup yang lebih luas,
termasuk Bani Muthalib dan Bani Hasyim.
c.
Terang-Terangan(Demonstratif).
Nabi dalam berdakwah secara terang-terangan ke segenap lapisan masyarakat, baik
kaum bangsawan maupun hamba sahaya.
Dakwah yang disampaikan Nabi ini mendapatkan penolakan masyarakat
Quraisy dalam berbagai cara. Penolakan tersebut diantaranya:
1. Lunak. Cara ini dilakukan
dengan menyebar propaganda. Bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pembohong,
penjahat, dan juga pembuat perpecahan di kalangan bangsa arab dan lainnya
2. Semi Lunak. Yaitu dengan
membujuk Nabi Muhammad untuk menghentikan dakwah islamiyah
3. Kasar/Keji. Yaitu dengan
melakukan penyiksaan atau penganiayaan baik secara fisik maupun nonfisik.
Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tidak mudah karena
mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Bidang Politik Kekuasaan.
Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira
bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan
Bani Abdul Muthalib
2. Sosial (persamaan derajat
sosial). Nabi muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba
sahaya
3. Agama dan Keyakinan. Para
pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran
tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat
4. Budaya. Taklid kepada
nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab, sehingga
sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti
agama islam
B. Periode
Madinah
Sebab utama Rasulullah bersama para sahabat melakukan hijrah ke
Madinah, yaitu :
a. Perbedaan iklim di kedua kota
mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah lembut dan watak rakyatnya yang
tenang sangat mendorong penyebaran dan pengembangan agama islam. Sedangkan kota
Mekah sebaliknya.
b. Nabi-Nabi umumnya tidak
dihormati di negara-negaranya sehingga Nabi Muhammadpun tidak diterima oleh
kaumnya sendiri
Dalam periode ini,
pengembangan islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat
islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi kemudian
meletakkan dasar-dasar masyarakat islam di Madinah, sebagai berikut:
1. Mendirikan
Masjid
Tujuan Rasulullah mendirikan
masjid ialah untuk mempersatukan umat islam dalam satu majelis, sehingga di
majelis ini umat islam bisa bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah secara
teratur, mengadili perkara-perkara dan musyawarah. Masjid ini memegang peranan
penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah islamiyah
2. Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin
Rasulullah saw mempersatukan
keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar. Dengan cara
mempersaudarakan kedua golongan ini, Rasulullah saw telah menciptakan suatu
pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan
seperti sebelumnya
3. Perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan
muslimin
Nabi Muhammad saw hendak
menciptakan toleransi antargolongan yang ada di madinah, oleh karena itu Nabi
membuat perjanjian antara kaum mus;limin dan non muslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi
perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut
a. Pengakuan atas hak pribadi
keagamaan dan politik
b. Kebebasan beragama terjamin
untuk semua umat
c. Adalah kewajiban penduduk
Madinah, baik muslim maupun nonmuslim, dalam hal moril maupun materiil. Mereka
harus bahu membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka(Madinah)
d. Rasulullah adalah pemimpin umum
bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan
yang besar untuk diselesaikan
4. Meletakkan
dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Ketika masyarakat islam
terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru
terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan
dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembninaan hukum. Ayat-ayat ini
kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan
perbuatan beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam islam, yaitu Al-Quran
dan hadis.
Dari kedua sumber hukum islam
tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah.
Dan untuk bidang ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta
dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antara
masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia
adalah ketakwaan.[4]
5.
Mengadakan perjanjian dengan
seluruh penduduk Madinah,
baik yang sudah masuk islam
maupun yang belum masuk islam. Perjanjian ini dikenal dengan “Piagam Madinah”,
yang berisi undang-undang dikenal dengan konstitusi Madinah. Konstitusi ini
secara garis besar menyangkuit masalah-masalah yang berkaitan dengan seluruh
aspek kehidupan manusia, yaitu:
a. Bidang Politik. Dalam piagam
Madinah menerapkan sistem Musyawarah
b. Bidang Keamanan. Seluruh
warga negara berhak mendapat keamanan dan kemerdekaan
c. Bidang Sosial. Nabi
meletakkan dasar persamaan di antara manusia
d. Bidang ekonomi. Nabi saw
menerapkan sistem yang dapat menjamin keadilan sosial
e. Bidang keagamaan. Hak beragama
dijamin, namun harus memiliki sikap toleransi terhadap kegiatan-kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau penduduk kota madinah.
Adapun penjabaran dari piagam
ini yang dijadikan sebagai dasar dalam membina masyarakat islam yang baru
dibentuk Rasulullah saw, meliputi beberapa prinsip, yaitu:
a. Al-Ukhuwah. Ukhuwah ini meliputi Ukhuwah
Basyariyah, Ukhuwah Wathaniyah dan Ukhuwah Islamiyah
b. Al-Musawa. Semua penduduk memiliki
kedudukan yang sama dan setiap warga masyarakat memuliki hak kemerdekaan,
kebebasan, dan yang membedakan hanyalah ketakwaannya
c. At-Tasamuh. Umat Islam siap berdamping secara baik dengan semua
penduduk termasuk Yahudi serta bebas melaksanakan ajaran agama dan harus
memiliki sikap toleransi
d. Al-Ta’awun. Semua penduduk harus saling
tolong menolong dalam hal kebaikan.
e. Al-Tasyawur. Jika ada persoalan dalam
Negara, harus melakukan musyawarah
f. Al-‘Adalah. Berkaitan erat dengan hak dan
kewajiban setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat(Adil).[1]
C.
Islam Pada Masa Khalifah Rasyidin
A.
Masa Abu Bakar
1.
Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah
Setelah Rasulullah SAW wafat,
para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah
Bani Sa’idah (semacam MPR dulu dikenal dengan Nadi
al-Qoum) guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin ummat
Islam. Musyawarah itu secara spontanitas diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap
mereka itu menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada
yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat
Islam. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah.
Hingga peristiwa tersebut
diketahui Umar, ia kemudian pergi ke kediaman Nabi dan mengutus seseorang untuk
menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan
Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua
golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang. Dengan tenang Abu Bakar
berdiri di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali
jasa kaum Anshor bagi tujuan Islam. Di sisi lain ia menekankan pula anugrah
dari Allah yang memberi keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti
Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita
bersama Nabi. Abu bakar juga berpidato di hadapan para sahabat yang ada disana
dengan alasan hadits Nabi: al-Aimmatu min Quraiys (kepemimpinan
dalam Islam adalah dari golongan Quraisy). Akhirnya Abu Bakar terpilih
sebagai Khalifah ar-Rasul (pengganti Rasul)[6].
Abu Bakar terpilih menjadi khalifah dengan alasan utamanya adalah
senioritas karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi,
dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Abu Bakar merupakan tokoh
tua yang sangat dihormati serta orang yang pertama kali masuk Islam dari
golongan tua. Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi
sekelompok maju ke depan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah.
Baiat tersebut dinamakan baiat Tsaqifah karena bertempat di
balai Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuan politik itu berlangsung hangat, terbuka,
demokratis dan berdaulat. Pertemua politik itu merupakan peristiwa sejarah yang
penting bagi umat Islam. Sesuatu yang mengikat mereka tetap dalam satu
kepemimpinan pemerintahan. Terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah Pertama,
menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam.
2.
Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
a. Pengangkatan Abu Bakar sebagai
Khalifah merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas
kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan
terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah Abu Bakar menjalankan kekhalifahannya,
baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan, dan juga
di sinilah prinsip demokrasi tertanam sejak awal perkembangan Islam. Adapun
sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat sentralistis sebagaimana yang
diterapkan Nabi berdasarkan al-Qur’an Hadits, jadi kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam
memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk
bermusyawarah. Kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu: mengirim pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid,
untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika
Nabi masih hidup.
b. timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini
disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala
perjanjian dengan Nabi menjadi terputus.
c. khalifah di sisi lain juga
serentak ekpedisi ke 12 front di bawah jenderal-jenderal di masing-masing
batalyon, maka ketika para pembangkang kalah perang di salah satu front,lari ke
wilayah lain pun tidak bertaan dan berkutik melawannya.[7]
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar
adalah:
1) Pemerintahan Berdasarkan
Musyawarah.
2) Amanat Baitul Mal.Para sahabat
Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum
muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan
pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan
oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul
Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3) Konsep Pemerintahan. Politik
dalam pemerintahan Abu Bakar dengan corak pemerintahan yang bersifat
senteralistis dan sangat merakyat.
4) Kekuasaan Undang-undang. Abu
Bakar tidak pernah menempatkan dirinya diatas undang-undang. Dia juga tidak
pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
undang-undang. Mereka semua dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat
yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.
5)
B.
Masa Umar Bin Khattab
Menjelang wafat, Abu Bakar
menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Disinilah tanpak perbedaan, di
mana Abu Bakar yang diangkat dan di akui oleh mayoritas umat, sedangkan Umar
diangkat dan ditunjuk oleh seorang saja. Hal tersebut dilakukan supaya tidak
muncul permasalaan seperti ketika Nabi meninggalkan umat Islam untuk memilih
penggantinya timbul perselisihan yang nyaris membawa umat Islam ke gerbang
kehancuran.
1.
Ahlul Hall Wal ‘Aqd
Dalam masa pemerintahannya,
Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul
hall wal aqdi, di antaranya adalah:
A. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga
bentuk :
a. Dewan Penasihat Tinggi, yang
terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman,
Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah
dan Zubair.
b. Dewan Penasihat Umum, terdiri
dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas
membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
c. Dewan antara Penasihat Tinggi
dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya
membahas masalah-masalah khusus.
B.
Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
C.
Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari
pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan
lain-lain.
D.
Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan
kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang
bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
E.
Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara
keamanan dalam negara.
F.
Departemen Pendidikan dan lain-lain.
Pada masa Umar, badan-badan
tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de
jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah
dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan
roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.[8]
2.
Perluasan Wilayah
Ketika para pembangkang di
dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan
militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah
mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu
tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan
wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 M, Damaskus, Ibu kota Syuriah, telah ia
tundukkan. Setahun kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum
muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak
sungai Yordania. Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Syuriah di masa
Khalifah Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya.
Khalifah Abu Bakar telah
mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Syuriah.
Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang
sedang dikirim untuk memimpin pasukan kefront Irak, untuk membantu
pasukan di Syuriah. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya
menyeberangi gurun pasir luas ke arah Syuriah. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak
pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh
Umar bin al-Khattab. Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid
yang dipercaya untuk memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh
Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan
kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud supaya tidak merusak
konsentrasi dalam menghadapi musuh. Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin
setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Abu
Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo.
Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan
Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat Islam itu
dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu dapat
ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci
kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka terhadap
pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja.
Dari Syuriah, laskar kaum
muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di
wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM.
Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi
Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang
pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah
Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena
pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran.
Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000
tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H, pasukan muslimin
mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan
Poelisium (al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu
gerbang ke Mesir. Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia kecil
yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang
menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa
depan Persia. Pada tahun itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam
kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isfahan juga
ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan, Azerbaijan.
Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara Islam,
yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses
ini dengan kemenangan dari segala kemenangan (fathul futuh). Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Islam pada masa itu meliputi
Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.
3.
Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Periode kekhalifahan Umar tidak
diragukan lagi merupakan abad emas Islam dalam segala zaman. Periodenya
terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahannya. Khalifah Umar bin
Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya,
terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi
seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya
dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat)
sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang
baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa Umar lah
pendiri daulah islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa Khalifah
sebelumnya). Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan
wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim.
Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim
mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi
masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund. Sedangkan untuk pegawai biasa,
di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima
tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar
menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan
untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat)karena
hanya sebagai kepala daerah (al-amil). Dalam rangka
desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (orang
Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Dalam
pemerintahannya, terdapat Majlis Syura’, bagi umar tanpa musyawarah,
maka pemerintahannya tidak bisa berjalan, selain itu membentuk departemen dan
membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi, membentuk kepala
distrik yang disebut ‘amil, pada masanya juga terdapat kebijakan
yang fenomenal dalam kebijakan ekonomi di Sawad (daerah
subur), ia mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang
transaksi jual beli tanah di luar Arab dengan alasan; mutu tentara Arab
menurun, produksi menurun, negera rugi 80% dari pendapatan, dan rakyat akan
kehilangan mata pencaharian yang menyebabkan mereka mudah memberontak terhadap
negaga. Kebijakannya yang lain adalah menerapkan pajak perdagangan (bea cukai),
dan lain-lain.
Pada akhir kepemimpinannya,
Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu (orang Persia). Hal ini dilatar belakangi oleh
pemecatan Umar terhadap Mughirah Ibnu Syu’ba sebagai Gubernur Kuffah, karena
Mughirah melakukan pembocoran rahasia Negara dan penghianatan. Menjelang wafat
Umar membentuk tim formatur untuk musyawarah menentukan penggantinya, tim
formatur terdiri dari enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Thalhah,
Zubair, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Talib, dan Saad ibn Waqas.
C.
Masa Usman Bin Affan
A. Proses Kekhalifahan Ustman bin
Affan
Tim
formatur yang telah dibentuk Umar di akhir masa kepemimpinannya tersebut
dikenal dengan sebutan Ahlul Halli wal Aqdi dengan tugas pokok
menentukan siapa yang layak menjadi penerus Khalifah Umar bin Khattab dalam
memerintah umat Islam. Suksesi pemilihan Khalifah ini dimaksudkan untuk
menyatukan kembali kesatuan umat Islam yang pada saat itu menunjukkan adanya
indikasi disintegrasi. Sahabat-sahabat yang tergabung dalam dewan, posisinya
seimbang tidak ada yang lebih menonjol sehingga cukup sulit untuk menetapkan
salah seorang dari mereka sebagai pengganti Umar. Walau pada akhirnya, mereka
memutuskan Ustman bin Affan sebagai Khalifah setelah Umar bin Khattab. Di
antara kelima calon hanya Tholhah yang sedang tidak berada di Madinah ketika
terjadi pemilihan. Abdurahman Ibn Auf mengambil inisiatif untuk
menyelenggarakan musyawarah pemilihan Khalifah pengganti Umar. Ia meminta
pendapat masing-masing nominasi. Saat itu, Zubair dan Ali mendukung Ustman.
Ustman sendiri mendukung Ali, tetapi Ali menyatakan dukungannya terhadap
Ustman. Kemudian Abdurahman bin Auf mengumpulkan pendapat-pendapat sahabat
besar lainnya. Akhirnya suara mayoritas menghendaki dan mendukung Ustman. Lalu
ia dinyatakan resmi sebagai Khalifah melalui sumpah, dan baiat seluruh umat
Islam. Pemilihan itu berlangsung pada bulan Dzul Hijjah tahun 23 H atau 644 M
dan dilantik pada awal Muharram 24 H atau 644 M. Ketika Tholhah kembali ke
Madinah Ustman memintanya menduduki jabatannya, tetapi Tholhah menolaknya
seraya menyampaikan baiatnya. Demikian proses pemilihan Khalifah Ustman bin
Affan berdasarkan suara mayoritas.
B. Perluasan Wilayah
Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Ibnu
al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan
sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku
kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai
Khurazan. Adapun tentang Iskandariyah, bermula dari kedatangan Kaisar
Konstantinopel II dari Romawi Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandariyah
dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan.
Panglima Abdullah bin Saad bin Abi Sarah yang menjadi wali di daerah tersebut
meminta pada Khalifah Utsman untuk mengangkat kembali panglima Amru bin ‘Ash
yang telah diberhentikan untuk menangani masalah di Iskandariyah. Abdullah bin
Abi Sarah memandang panglima Amru bin ‘Ash lebih cakap dalam memimpin perang
dan namanya sangat disegani oleh pikak lawan. Permohonan tersebut dikabulkan,
setelah itu terjadilah perpecahan dan menyebabkan tewasnya panglima di pihak
lawan. Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah
al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk
Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum
muslimin dapat menguasai Armenia.
Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh
Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Sarah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam
sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria
bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus. Dimasa pemerintahan
Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain:
Barqah, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nub’ah, Armenia, dan beberapa
bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu
Daria), negeri Balkh (Baktria), Hera, Kabul dan Gzaznah di Turkistan. Jadi Enam
tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan
Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai
pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas
pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat
Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka
lakukan sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.
C. Konflik dan Kemelut Politik
Islam Masa Utsman bin Affan
Selama pemerintahan Utsman di bagi menjadi dua periode, yaitu
periode kemajuan dan periode kemunduran. Pada periode kemajuan pemerintahan
Utsman mengalami kemajuan yang sangat luar biasa. Peta Islam semakin meluas
hingga perbatasan al-Jazair (Barqah dan Tripoli, Syprus di front barat). Di
bagian Utara sampai Aleppo dan sebagian Asia kecil, Transoxiana, adapun di
bagian Timur seluruh Persia bakan sampai wilayah Balucistan. Selain itu Utsman
berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan mengalau
serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium.
Namun, priode kemunduran kekuasaannya identik dengan kemunduran dengan
huru-hara dan kekacauan yang luar biasa sampai akhir hayatnya.
Sebagian ahli sejarah menilai, bahwa Utsman melakukan nepotisme.
Hal ini terlihat dari pengangkatan sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan
penting dalam pemerintahan, hampir semua pejabat Negara dan panglima pada masa
Umar dipecat olehnya kemudian mengangkat pengganti mereka dari keluarga yang
tidak mampu dan tidak cakap untuk menjadi pengganti.
Beberapa tuduhan nepotisme/KKN yang tujukan pada Utsman antara
lain; Muawiyyah ibn Abi Sufyan yang merupakan masih satu suku dan keluarga
dekat dengan Utsman mengganti Gubernur Syam, di Bashrah Abdullah ibn Amir yang
merupakan sepupu Utsman menggantikan Musa al-Asy’ari, di Kuffah Utsman memecat
Mughirah ibn Syu’bah yang pada saat masa Umar ampir di pecat tetapi baru
terlaksana pada masa Utsman, di Kuffah Gubernurnya diganti sebanyak enam kali,
selain dari Mughirah yaitu Saad ibn Abi Waqas, kemudian Saad ibn Abi Waqas,
seseorang pilihan rakyat Bashrah namun hanya memimpin selama beberapa bulan
kemudian dilanjutkan dengan Walid ibn Uqbah yang merupakan saudara susuan
Utsman, selanjutnya Said ibn al-Ash yang merupakan keponakan Khalid, terakhir
adalah Musa al-Asy’ari yang merupakan mantan Gubernur Bashrah dan bukan
merupakan famili Utsman. Adapun di Mesir Amr bin ash yang merupakan Amir seluruh
Mesir dan Abdullah ibn Saad amil di Nubai yang diangkat pada masa Umar, namun
saat khalifah meminta laporan tahunan keduanya terdapat ketimpangan yaitu gagal
mengumpulkan pajak, pada saat itu Abdullah mengumpulkan pajak dua kali lipat
dari Amr. Khalifah meminta mlaporan keduanya karena khalifah butuh biaya banyak
untuk membangun armada, Utsman ingin Amr tetap menjadi panglima dan gubernur
seluruh Mesir dan menjadikan Abdullah ‘amil. Namun kemudian Amr
memperotes khalifah dengan keras, akhirnya ia dipecat dan menjadikan Abdullah
sebagai gubernur. Menurut M. Abdul Karim (2012:97-98) pemecatan Amr dari
jabatannya sebagai gubernur adalah untuk mengambil hati rakyat Mesir dengan
memungut pajak sesedikit mungkin membuat situasi kacau antara Mesir Selatan (di
mana Abdullah sebagai ‘amil yang memungut pajak dua kali lipat
dari pada Mesir di Utara) dengan Mesir Utara. Selisih kebijakan ekonomi ini
juga menimbulkan keresahan di kalangan rakyat Nubia.
Perlu diketahui terdapat fakta lain di balik tuduhan nepotisme/KKN
yang ditujukan pada Utsman antara lain: a) pengangkatan Muawiyah ibn Abi Sufyan
yang mengganti Gubernur Syam adalah karena kecakapan dan kemampuannya, terutama
waktu menghadapi Bizantium, ia menunjukkan keberhasil yang sangat luar biasa.
b) di Bashrah Abdullah ibn Amir yang merupakan sepupu Utsman, ia merupakan
orang yang menaklukkan Persia yang menggantikan Musa al-Asy’ari, padahal ia
banyak mengumpulkan hadits akan tetapi ia tidak disukai rakyat, Musa merupakan
panglima ke Kurd, pidatonya memerintahkan agar berhemat, tetapi malah ia
sendiri memakai jubah yang mahal serta menggunakan kuda yang mahal, ia juga
terkenal kikir. c) di Kuffah Utsman memecat Mughirah ibn Syu’bah yang pada saat
masa Umar ampir di pecat tetapi baru terlaksana pada masa Utsman, di Kuffah
Gubernurnya diganti sebanyak enam kali, selain dari Mughirah yaitu adalah Saad
ibn Abi Waqas, ia menyalah gunakan jabatannya seperti meminjam uang tanpa
melapor pada khalifah. selanjutnya seseorang pilihan rakyat Bashra namun hanya
memimpin selama beberapa bulan kemudian dilanjutkan dengan Walid ibn Uqbah yang
merupakan saudara susuan Utsman, banyak keluhan rakyat bahwa is minum khamer
dan pembawaannya keras dan kasar, tetapi setelah ia terbukti salah, ia dihukum
dengan hukuman cambuk. Ini membuktikan bahwa ia tidak memandang Walid sebagai
keluarga dan tidak dibelanya menjadi bukti Usman tidak melakukan nepotisme.
Justru Walid yang kemudian bergabung dengan kelompok oposisi di Syam (namun
tidak berhasil karena daerah binaan Muawiyah adalah pendukung kalifah), Kuffa,
Bashrah, dan Mesir, untuk melancarkan propagandanya dan memusuhi kalifah.
Setelah Walid melancarkan propaganda yang kotor, menghancurkan bangunan
kepercayaan yang megah dibangun awal periode Utsman, hancur lebur dengan sikap
Walid. Dalam al ini, Walid situasi sudah di luar kendali, meskipun dipecat dan
dicambuk, tetapi kemudian kalifah membiarkannya secara bebas propaganda.
Selanjutnya Said ibn al-Ash yang merupakan keponakan Khalid, ia cakap dan
berprestasi terutama dalam penaklukkan Persia Utara, Azerbeijan. Namun ia
dituduh nenomor satukan Arab dari pribumi, ia juga seseorang yang tak sabar
serta peminum khamer d) terakhir adalah Musa al-Asy’ari yang merupakan mantan
Gubernur Bashrah dan bukan merupakan famili Utsman namun ia tak dapat mengatasi
situasi, kepemimpinannya tidak sebaik pada waktu ia menjabat sebelumnya.
Justru setelah asy’ari yang tidak ada hubungan darah dengan Utsman,
pengganti Sa’id. Di sisi lain, Abdullah orang yang sangat dikagumi khalifah
Utsman dengan berbagai prestasinya, namun akhirnya dipecat atas desakan rakyat
Mesir dan menggantikan Muhammad ibn Abu Bakar.[9]
D.
Masa Ali Bin Abi Thalib
A. Pembaiatan Khalifah Ali bin Abi
Thalib
Dalam
pemilihan Khalifah terdapat perbedaan
pendapat antara pemilihan Abu bakar, Utsman
dan Ali bin Abi Thalib. Ketika kedua pemilihan Khalifah terdahulu
(Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Ustman ibn Affan), meskipun mula-mula
terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon terpilih dan
diputuskan menjadi Khalifah, semua orang menerimanya
dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya. Namun
lain halnya ketika pemilihannya Ali bin Abi Thalib, justru sebaliknya.
Setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan, masyarakat beramai-ramai datang dan
membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Beliau
diangkat melalui pemilihan dan pertemuan terbuka. Akan
tetapi suasana pada saat itu sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh senior
masyarakat Islam yang tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan pengangkatan Ali
bin Abi Thalib ditolak oleh sebagian masyarakat termasuk Mu’awiyah bin Abi
Sufyan. Meskipun hal itu terjadi, Ali masih menjadi
Khalifah dalam pemerintahan Islam.
Pro
dan kontra terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah di
karenakan beberapa hal yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali
diangkat menjadi Khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak. Akan tetapi
golongan kecil (keluarga Umaiyyah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup
bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Ustman. Mereka menentang Ali
karena khawatir kekayaan dan kesenangan mereka akan hilang lenyap
karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali. Adapun rakyat terbanyak, mereka
menantikan kepemimpinan Ali dan menyambutnya dengan tangan terbuka. Beliau akan
dijadikan tempat berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang mereka alami.[10]
B.
Kebijaksanaan Politik Ali bin Abi Thalib
Menurut
Thabani yang dikutip oleh Syalaby
setelah Ali dibaiat menjadi Khalifah, ia
mengeluarkan dua kebijaksanaan politik yang sangat radikal yaitu:
1. Memecat
kepala daerah angkatan Ustman dan menggantikan dengan gubenur baru.
2. Mengambil
kembali tanah yang dibagi–bagikan Ustman kepada famili–familinya dan kaum
kerabatnya tanpa jalan yang sah.
Menanggapi
kebijakan yang dilakukan okleh Ali
tersebut, ada yang berpendapat bahwa kebijaksanaan Ali itu
terlalu radikal dan kurang persuasive, sehingga menimbulkan perlawanan politik
dari gubenur khususnya gubenur Syiria (Bani Ummayyah) yang tidak mau tunduk
pada Khalifah Ali, terbukti ia menolak kehadiran gubenur yang baru diangkat Ali.
Penulis
memandang bahwa tindakan politik Ali yang radikal itu kendati strategis tapi
tidak taktis, sebab pada masa Khalifah Ustman konflik etnis antara Bani
Ummayyah dan Bani Hasyim sudah ada, terbukti
ketika Ustman terbunuh secara misterius Bani
Ummayyah mengeksploitasi tuduhan pada Ali,
karena didasari Bani Umayyah yang memang ambisi menjadi
Khalifah.
Semestinya
gerakan radikal Ali untuk mengusir elite Bani Umayyah dilakukan secara
bertahap, sebab walau bagaimanapun elite baru
yang telah lama berkuasa seperti Muawiyah sulit
ditundukkan, sedangkan Ali yang mengandalkan idealisme dan dukungan masyarakat
bawah beberapa kelompok tua terlalu intelektual tapi kurang pengalaman dalam
menyelesaikan konflik dalam pemerintahan, sehingga dengan demikian yang muncul
dalam pemerintahan bukan integrasi tetapi disintegrasi yang
ditandai dengan lahirnya perang saudara yang pertama kali dalam Islam, yakni
perang jamal. Pada masa khalifah Ali terdapat beberapa kali perang antara lain
perang shiffin dan perang nahrawan.[11]
BAB
III
PENUTUP
Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai seorang Rasulullah yang di
utus untuk menyebarkan ajaran Islam, melainkan juga sebagai pemimpin negara
yang pandai dalam berpolitik, sebagai seorang panglima perang serta seorang
administrator yang cakap, hanya dalam waktu kurun waktu singkat Rasulullah bisa
menaklukkan seluruh Jazirah Arab. Dengan mengamati pola keberagaman
pembangunan dasar-dasar pemerintahan Islam dari masa Rasulullah Saw sampai
dengan masa Khulafaurrasyidin, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Nabi Saw merupakan seorang
yang dilahirkan dari keturunan para pemimpin,, maka pantaslah jika beliau menjadi
pemimpin yang handal dalam mengatur dan mengarahkan umatnya.
- Bahwa Nabi Saw telah
meletakkan pola dasar pembangunan peradaban manusia diawali dengan
pembangunan masjid Kuba.
- Nabi Saw telah membuat
sistem perundang-undangan dalam menata kemasyarakatan di Madinah dalam
upaya menegakkan sendi-sendi kenegaraan, yakni dengan membuat kesepakatan
tidak saling mengganggu dan Nabi Saw melindungi penduduk Mekah dan
menjamin hak-haknya meskipun mereka beragama Yahudi dan Nasrani.
- Nabi Saw mempersaudarakan
antara Muhajirin dan Anshar mempunyai peran strategis dalam upaya
membangun Negara yang kokoh dan kuat. Dan hal ini merupakan satu contoh
langkah politik yang berlandaskan agama.
- Berakhirnya pemerintahan
Nabi Saw, Khulafaurrasyidin menggantikan peran beliau. Abu Bakar adalah
Khalifah pertama yang meneruskan kepemimpinan Nabi Saw dengan sistem yang
diwarisi dari nabi Saw.
- Peran Abu Bakar sebagai
Khalifah sangat besar, beliau berupaya mengumpulkan Al Qur’an agar tidak
punah, membangun baitul Mal, menumpas nabi-nabi palsu dan pembangkang
zakat dan lain-lain.
- Pola kepemimpinan Umar
yang adil dan tidak memihak menjadi contoh nyata bahwa sebagai pemimpin
selayaknya kita berlaku demikian, adil tidak memandang pangkat dan
golongan, status dan usia, agama dan ras budayanya.
- Umar bin Khattab membangun
kantor-kantor perwakilan pemerintahan dan menunjuk gubernur-gubernur serta
mendirikan jawatan pos dan perpajakan, merupakan gambaran umum bahwa dalam
pemerintahannya sudah semakin lengkap dan teratur.
- Usaha perluasan pemerintahan
Islam terjadi kemajuan yang signifikan, sehingga daerah-daerah di Afrika
dan sebagaian eropa mampu dikuasai terutama Romawi.
- Utsman bin Affan sebagai
Khalifah ke tiga membawa perubahan cukup banyak dalam pemerintahan Islam
dan peradaban Islam. Pada masa pemerintahannya armada angakatan laut
dibangun sebagai bentuk gambaran akan kuat dan lengkapnya militer dan
pemerintahan pada masanya sehingga disegani musuh.
- Khalifah Ali bin Abi
Thalib menggantikan kekhalifahan Umar dengan sebuah proses yang panjang,
dalam pemerintahannya banyak ditemukan ganjalan-ganjalan sehingga roda
pemerintahannya tidak berjalan lancar. Akan tetapi beliau tetap mengemban
amanah kekahalifahan dengan baik.
No comments:
Post a Comment