Social Icons

Friday, July 13, 2012

PROBLEM DANTANTANGAN SERTA SOLUSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


PROBLEM DAN TANTANGAN SERTA SOLUSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


PENDAHULUAN

 

1.1.      LATAR BELAKANG
Mempelajari ilmu pendidikan islam, tentunya sangat di butuhkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan, selain itu ilmu pendidikan islam juga sangat penting untuk menambah atau memantapkan ajaran islam yang kita anut, agar tidak salah pengertian dalam mengartikan sebuah agama tersebut yaitu agama islam, di dalam ilmu pendidikan islam tentunya terdapat problematika yang terjadi seperti seperti sudah lengkapkah sarana-prasarana bagaimana pemerintah menyiapkan atau memberikan tanggung jawab, dan sudahkah member fasilitas yang layak dan menyeluruh, atau kesiapan seorang pendidik yang benar-benar siap dalam memberikan pendidikan islam, dalam problem tersebut tentunya juga terdapat beberapa tantangan yang menghalang.
Dari peryataan di atas makalah ini akan menguraikan tentang problem dan tantangan serta member solusi dalam pendidikan islam.

1.2.      RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa problem pendidikan islam di indonesia?
2.      Apa tantangan pendidikan islam di indonesia?
3.      Apa solusi pendidikan islam di indonesia?

1.3.      TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk mengetahui problem pendidikan islam di inndonesia
2.      Untuk mengetahui tantangan pendidikan islam di Indonesia
3.      Untuk mengetahui solusi pendidikan islam di indonesia






PEMBAHASAN
PROBLEM DAN TANTANGAN SERTA SOLUSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

1.1.      Problematika Pendidikan Islam di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang mayoritas Islam. Akan tetapi dalam hal pendidikan, pendidikan islam tidak menjadi mayoritas dalam kedudukan pendidikan nasional. Sudah menjadi rahasia public bahwa pendidikan Islam di pandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam system pendidikan nasional. Padahal, pendidikan apa pun itu, Baik pendidikan nasional ataupun pendidikan Islam, pada hakekat nya pendidikan adalah mengembangkan  harkat dan martabat manusia, memanusiakan manusia agar benar-benar mampu  menjadi  khalifah[1]
Ini mengindikasikan bahwa pendidikan islam di Indonesia masih dibalut sejumlah problematika. Suatu Permasalahan dapat muncul dari elemen-elemen intern maupun ektern yang ada di sekitar badan itu sendiri. Begitu juga dalam pendidikan, bahwa problem-problem itu berakar dari penyebab eksternal dan penyebab internal[2] Problem internal hingga ekternal pun hadir di tengah-tengah pendidikan Islam. Mulai dari permasalahan internal dalam hal managemen hingga persoalan ekternal seperti politik dan ekonomi menambah sederet daftar problem yang mestinya ditindak lanjuti.
Adapun faktor-faktor internal dalam pendidikan Islam,yaitu :
Pertama, meliputi manajemen pendidikan Islam yang terletak pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai, ketidak serasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih belum jelasnya landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang tingkat pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi.[3]
Menurut Moh Raqib bahwa  problem mutu lulusan lembaga pendidikan islam selama ini adalah alumni yang bisa dibilang tidak atau kurang kreatif. Indikasi hal tersebut tampak pada alumni yang relative banyak tidak mendapat lapangan kerja dan lebih mengandalkan untuk menjadi PNS sementara lowongan kerja untuk PNS sangat terbatas. Ini menunjukkan rendahnya kreatifitas untuk menciptakan lowongan kerja sendiri.[4]
Tentunya fenomena ketidakkreatifan peserta didik tentu saja tidak lepas dari system pendidikan dan pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan yang memenag sering kali tidak menekankan peserta didik untuk bersikap kreatif. Padahal menegemen siswa yang meliputi pengolahan siswa menjadi output yang menarik itu penting. Hal ini menunjukkan bahwa menegemen pendidikan dalam lembaga pendidikan islam pada umumnya belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas.
Kedua, faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen keles, dan motivasi mengajar. Para guru seharusnya mempunyai kompetensi padagogik , kepribadian, profesional, dan sosial.[5]  Faktanya tak jarang ditemui guru mengeluhkan nasibnya yang buruk, guru tidak berkompeten untuk melakukan pengarahan; dan guru yang merasa bahwa tugasnya hanya mengajar.
Ketiga, faktor pemimpin sekolah yang lemah dalam komunikasi dan negosiasi. Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Selain faktor internal terdapat pula faktor-faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam, meliputi :
Pertama, adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam. Alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, Padahal pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum.
Kedua, dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor pendidikan lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan pendidikan Islam.
Ketiga ,dapat di katakan bahwa paradigm masyarakat terhadap lembaga pendidikan islam masih sebelah mata. Lembaga pendidikan Islam  merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas, itulah yang sering kita temui di sebagian masyarakat kita. Pandangan masyarakat yang demikian menjadi indicator rendahnya kepercayaan mereka terhadap lemabga pendidikan islam.
Posisi dan peran pendidikan Islam dengan keragaman lembaga yang dimilikinya masih dipertanyakan. Seharusnya: Pendidikan Islam mampu menjalankan perannya sebagai pendidikan alternatif yang menjanjikan masa depan. Tapi faktanya, Kehadiran madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam cenderung berafiliasi pada ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan Persis atau badan-badan/ yayasan-yayasan Perguruan Islam. Yang Lebih parah lagi, kasus teroris yang dalam kisah pendidikannya ada lulusan sekolah Isalm. Ini mungkin menjadi alas an yang tidak cukup kuat, tetapi begitulah sebagian perspektif masyarakat yang ada.Dengan demikian tugas Lembaga Pendidikan Islam yang ada di Indonesia untuk menghasilkan output pendidikan yang tidak sekedar berkualiatas iman,tetapi juga ilmu bisa terwujud.
Diharapkan adanya usaha sekolah-sekolah dan instansi terkait dengan dengan pendidikan Islam untuk meciptakan pendidikan islam yang ideal, yaitu pendidikan islam yang membina potensi spiritual,  emosional dan intelegensia secara optimal[6]. Ketiganya terintegrasi dalam satu lingkaran.yang akhirnya membentuk paradigma baru di masyarakat tentang kualitas yang menarik dari sekolah-seolah Islam.
Dengan demikian sikap diskriminatif dan masalah paradigm yang buruk tentang kualitas pendidikan di Sekolah Islam dapat perlahan berubah. Tentunya melalui konsep integrated curriculum, proses pendidikan memberikan penyeimbangan antara kajian-kajian agama dengan kajian lain [non-agama] dalam pendidikan Islam yang merupakan suatu keharusan, menciptakan output pendidikan yang baik, apabila menginginkan pendidikan Islam kembali survive di tengah perubahan masyarakat.

2.2   Tantangan Pendidikan Islam di Indonesia
Khan (1986), mendevinisikan maksud dan tujuan PAI sebagai berikut:
a.       Memberikan pengajaran Al Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
b.      Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam Al Qur’an dan Al Sunnah.
c.       Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat.
d.      Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.
e.       Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun ilmu pengetahuan.
f.       Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi dan diakui secara universal.
Karena itu, yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini bukanlah dalam arti pendidikan ilmu-ilmu agama Islam yang pada gilirannya mengarah pada lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam madrasah, pesantren atau UIN, akan tetapi bagaimana menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang dikaji.
Menurut Center for Moderate Muslim Indonesia, setidaknya ada tiga tantangan pokok yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia dalam menelusuri arus global yaitu:
1.      Konformisme kurikulum dan sumber daya manusia.
Konformisme atau cepat merasa puas dengan keadaan yang ada menjadi kendala mendasar dalam mengembangkan kurikulum pendidikan Islam. Lembaga pendidikan dasar dan menengah masih menggunakan model kurikulum lama dengan mengandalkan pendidikan dasar agama sebagai bekal mengajarkan pendidikan agama lebih lanjut kepada masyarakat. Pembahasan yang diajarkan pun masih banyak menekankan aspek normatif dengan (mohon maaf) menegesampingkan aspek transformatif dalam konteks sosio-kultural masyarakat kita. Jangan kaget, apabila ada sekelompok ikhwan yang sudah merasa cukup hanya dengan mengkaji ilmu-ilmu keislaman yang datang dari tokoh-tokoh salaf dan menganggap tabu ilmu-ilmu lain (kontemporer) yang sebenarnya sama pentingnya. Kiranya kita perlu menata ulang pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW; “man arod al dunya fa ‘alaihi bi al ‘ilmi, wa man aroda al’akhirota fa ‘alaihi bi al ‘ilmi, wa man ‘arodahuma fa ‘alaihi bi al ‘ilmi”.
Dunia ini jauh lebih kompleks daripada yang kita pelajari dan bayangkan selama berada di tempat belajar. Indonesia tidak mungkin dilihat hanya melalui kaca mata sempit. Bagaimana kita akan mampu mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan keterbatasan kalau kita hanya belajar zaidun qo’imun (istilah penulis)? Lembaga-lembaga Islam seperti pesantren perlu melepaskan diri dari keterkungkungan dan memodernisasi sistem dan metode pendidikannya agar tidak tertinggal dengan perkembangan keilmuan modern.
2.      Perubahan Sosial Politik
Iklim sosial politik kita yang tidak menentu ikut memberi warna pada dunia pendidikan Islam. Sebagai negara demokrasi, politik merupakan hal yang tak bisa terhindarkan. Bahkan, tidak sedikit ulama (pengampu pendidikan Islam) menceburkan diri dalam kancah politik praktis. Mereka yang seharusnya berperan sebagai wasit, malah ikut andil menendang bola. Lalu apa yang terjadi dengan umat yang ditinggalkannya? Santri-santrinya? Lembaga pendidikannya? (biar mereka sendiri yang menjawab).
3.      Perubahan orientasi.
Sang Proklamator Bung Hatta pernah mengatakan, agama hidup di masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mempunyai dinamika dan perubahan. Oleh sebab itu, para pendidik agama pun harus bisa menangkap dan tanggap terhadap “roh” perubahan, agar Islam senantiasa compatible dengan perkembangan masyarakat. Pertanyaannya kemudian, sudahkah kita dan para tokoh agama merespon wejangan Sang Proklamator? Atau kita hanya menghormati dan mengingat beliau sebatas mengikuti rituak 17 Agustus-an tanpa mengindahkan gagasan-gagasan beliau?
Hari ini, tidak sedikit lembaga pendidikan Islam yang masih alergi dengan filsafat, bahkan ilmu sosial lainnya yang dituding sebagai bentuk hegemoni Barat di bidang ilmu pengetahuan. Kejumudan intelektual akut sedang dialami umat. Orientasi dari sekedar mendidik untuk memahami ilmu (pengetahuan) agama an sich harus di re(de)konstruksi menjadi paham terhadap ilmu agama, ilmu sosial, ilmu alam, dan ilmu humaniora.

2.3        Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan Islam di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.[7]





















PENUTUP

3.1.      KESIMPULAN
Dari beberapa uaraian di atas dapat ditarik beberapa simpulan, antara lain:
1)      Problem-problem pendidikan islam berakar dari penyebab eksternal dan penyebab internal.
Adapun faktor-faktor internal dalam pendidikan Islam,yaitu :
Pertama, meliputi manajemen pendidikan Islam yang terletak pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai.
Kedua, faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah.
Ketiga, faktor pemimpin sekolah yang lemah dalam komunikasi dan negosiasi.
Selain faktor internal terdapat pula faktor-faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam, meliputi :
Pertama, adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam.
Kedua, dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional.
Ketiga ,dapat di katakan bahwa paradigm masyarakat terhadap lembaga pendidikan islam masih sebelah mata.
2)      Menurut Center for Moderate Muslim Indonesia, setidaknya ada tiga tantangan pokok yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia dalam menelusuri arus global yaitu:
A.    Konformisme kurikulum dan sumber daya manusia
B.     Perubahan Sosial Politik
C.     Perubahan orientasi.
3)      Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan
DARTAR PUSTAKA


·         Suyanto.1991.”pendidikan di Indonesia memasuki millennium 111”.Yogyakarta: Adicipta karya nusa.
·         http://abyfarhan7.blogspot.com/.../problematika-pendidikan-islam-di.html akses tanggal 1 januari 2012





[1] Mastuhu, 2003
[2] Subliyanto: 2010
[3] Abidin : 2010
[4] Raqib: 89
[5] Qurroti : Scirbd.com
[6] Miftah: 2010
[7] http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/

No comments: