PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN
Pendidikan
diyakini sebagai bagian fundamental dalam menciptakan kemanjuan dan peradapan
suatu bangsa. Kemajuan dan peradapan sebuah Negara tentu dapat diwujudkan jika
pribadi-pribadi yang menghuni Negara tersebut memilik karakter, keilmuan dan
ketrampilan yang selaras dengan tujuan suatu Negara tersebut. Dengan dasar ini
selanjutnya pendidikan diangap sebagai kebutuhan dasar setiap individu,
sehingga dalam setiap Negara berupaya bagaimana setiap warganya mendapatkan hak
atas pendidikan yang dalam tataran kebijakan akhirnya muncul kebijakan
pendidikan gratis.
Sejalan
perjalanan bangsa Indonesia, secara kuantitas jumlah lembaga pendidikan di
Indonesia baik lembaga pendidikan formal, informal maupun nin-formal terus
meningkat. Hal ini seharusnya menjadi proses akselari terhadap tercapainya
pendidikan nasional, yaitu "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."
(UUD 1945 pasal 31 ayat 3). Namun fenomena lain justru terlihat berbalik
berdasarkan beberapa sumber semenjak krisis moneter 1997 yang menimpa
Indonesia, Indonesia menglami rentetan krisis, yaitu krisis moral serta krisis
kepemimpian.
Sajian berita tentang
kriminalitas semakin sering mewarnai media Indonesia, tawuran pelajar,
anarkisme demonstrasi mahasiswa, terorisme, korupsi, mafia hukum, pembunuhan
seorang Ibu/Bapak oleh anaknya, pelecahan seksual yang menjadikan subyek
sekaligus obyek anak-anak di bawah usia, kejahatan-kejahatan yang dimulai dari
perkenalan di dunia maya dan lain sebagainya. Semua fenomena yang begitu
memperihatinkan sekaligus merisaukan bagi seluruh warga Negara republik Indonesia,
kenapa semua ini terjadi. Kenapa pelajar yang dulu terlihat begitu lucu dan
penuh prestasi bisa berubah menjadi brutal, kenapa pejabat yang seharusnya
melayani masyarakat justru jadi penghisap darah rakyat dengan memakan hak-hak
rakyat, kenapa teknologi yang seharusnya menjadi ruang akselerasi tujuan-tujuan
mulia setiap elemen masyarakat justru menjadi media kriminalitas, kenapa
seorang anak yang seharusnya melindungi dan melayani orang tuanya justru karena
alasan sepele tega membunuh orang tuanya, ada apa dengan penduduk negeri
ini?seolah semua penghuni negeri ini mengalami frustasi, depresi, keputusasaan
serta saling curiga.
Dari beberapa literature yang
mengkaji problem social ini memberikan sebauah bacaan kenapa kondisi masyarakat
semacam itu. Globalisasi, kemajuan teknologi dalam masyarakat modern membuka
sekat antara ruang dan waktu sehingga seolah dunia inimenjadi satu tidak ada
lagi pemisah, pertukaran, percampuran dan pengaruh budaya tidak lagi dapat
dielakkan, maka jangan akhirnya pribadi-pribadi yang terlibat dalam putaran itu
menjadi kehilangan identitas dirinya, dan ketika identitas diri sudah bias
sangat wajar seseorang melakukan hal-hal yang diluar value system yang selama
ini dipegang kukuh.
Disamping kemajuan teknologi
modern secara nyata memberikan ruang persaingan yang semakin ketat, siapa yang
tidak memiliki skil dan relasi akan tergilas oleh arus persaingan. Konsekwensi
dari kemajuan teknologi dan modernisasi tang berupa persaingan ini yang harus
kita catat tebal. Mungkin “persaingan” lah yang menjadi cikal bakal dalam beberapa problem
individu yang sering kita jumpai dalam masyarakat modern. Persaingan yang kuat
dan keras membuat seseorang terfokus kepada bagaimana saya bisa menang (egois),
bagimana saya bisa mendapatkan dengan cepat (hedois), apa yang bisa saya
tunjukkan (pragmatis) dan sehingga ketika dia gagal dalam persaingan dia kan
frustasi, putus asa dan akhirnya selalu dalam keraguan(skeptis), keraguan yang
sebenarnya justru membuat seseorang terpuruk dalam bayangan dan ketakutan.
Kemudian dari ini pemerintah
dengan beberapa ahlim mencoba mencari terobosan bagaimana mengatasi kondisi
social semacam ini, karena jika dibiarkan terlalu lama kesenjangan antara
masyarakat akan semakin terasa, dan ketika kesenjangan itu sudah menjadi
kenyataan maka kriminal secara otomatis akan meningkat drastis dan seseorang
akan semakin menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan diri dari arus
persaingan sehingga mereka akan kehilangan hati nurani dan akal sehatnya dalam
melangkah, ini lah awal kehanjuran negeri ini jika tidak segera disikapi.
Berangkat dari pembacaan terhadap
kenyataan dan perkembangan globalisasi maka dalam kebijakan pendidikan beberapa
tahun terakhir pemerintah menggalakkan sekolah-sekolah kejuruan guna menjawab
tandangan dunia kerja yang semakin berat dan mengedepankan ketrampilan.
Disamping itu, 2 Mei 2011 M. Nuh menteri pendidikan RI dalam pidatonya
memproklamirkan penerapan pendidikan karakter sebagai bagian sistem pendidikan
nasional, hal ini secara umum dikarenakan kenyataan bahwa dunia pendidikan
nasional belum mampu mengangkat moralitas bangsa. Secara umum penerapan
pendidikan karakter bertjuan bagaimana selain pendidikan nasional mampu
mencerdaskan, memberikan pengetahun dan ketrampilan kepada generasi muda,
pendidikan juga mampu menanamkan nilai-nilai yaitu beriman dan bertakwa; jujur dan
bersih; santun dan cerdas; bertanggung jawab dan kerja keras; disiplin dan
kreatif; peduli dan suka menolong. Itulah karakter bangsa Indonesia yang
diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil
keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan
karsa.
Untuk optimalisasi peran pendidikan
dalam membentuk generasi bangsa tentu dukungan dari keluarga dan lingkungan
sebagai bagian dari raung pendidikan sangat penting. Bagiamana orang tua, tokoh
masyarakat dan semua elemen masyarakat Indonesia, mampu memberikan keteladanan
kepada generasi muda. Kenapa generasi muda sekarang sering bersikap instans dan
praktis untuk mencapai sebuah tujuan karena sering kali kenyataan hidup di
negeri ini menggambarkan betapa para pemimpin negeri ini mengahalalkan segala
cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, sehingga jangan heran ketika
generasi muda menjadi tidak mau berproses secara sungguh-sungguh dan sabar
dalam mewujudkan keinginannya. Jangan heran ketika generasi muda berharap semua
serba enak dan mudah, karena sering kali pejabat di negeri ini lebih gila
dilayani daripada bersungguh-sungguh melayani masyarakat dan betapa setiap hari
Televisi Indonesia mengahdirkan kehidupan-kehidupan yang glamor yang jauh dari
kenyataan kehidupan masyarakat di negeri ini. Bagaimana dalam tontonan TV
seorang pelajar selalu dimanjakan oleh orang tuanya, selalu dipenuhi apa yang
menjadi keinginannya, seolah orang tua adalah pembantu. Maka ketika
tontonan-tontanan semacam ini tetap dibiarkan bebas tanyang dan ditonton oleh
anak-anak negeri ini tanpa ada pendampingan jangan heran ketika di kemudian
hari anak-anak kita menjadi pribadi yang egosi, pragmatis dan hedois.
Berbagai pemberitaan kriminil di
negeri ini yang semakin hari semakin meningkat jangan semata-mata dilihat
sebagai kejahatan murni, tetapi coba perhatikan dengan cermat kenapa itu
terjadi, secara mayoritas itu adalah bentuk dari rasa frustasi, katakutan dan
keraguan akan masa depan. Mereka terobsesi dengan kehidupan yang glamor dan
mudah tetapi mereka tidak mau repot dan kesulitan untuk mendapatkannya. Ini
sedikit gambaran kejumutan masyarakat modern dengan kemajuan teknologi yang
tidak didampingi dengan nilai-nilai agama dan moral, bagaimana sebanarnya
globalalisasi dan modernisasi jika tidak disikapi dengan bijak tanpa sadar akan
membentuk karakter-karakter negative dalam pribadi seseorang. Lewat tulisan ini
penulis mengajak kepada semua elemen masyarakat untuk turut serta peduli
(jangan egois) dengan pendidikan anak dan kondisi masyarakat sekitar demi
mewujudkan bangsa yang jaya dan berpradaban tinggi.
No comments:
Post a Comment