Social Icons

Sunday, January 20, 2013

PENDIDIKAN KARAKTER


 PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN


Pendidikan diyakini sebagai bagian fundamental dalam menciptakan kemanjuan dan peradapan suatu bangsa. Kemajuan dan peradapan sebuah Negara tentu dapat diwujudkan jika pribadi-pribadi yang menghuni Negara tersebut memilik karakter, keilmuan dan ketrampilan yang selaras dengan tujuan suatu Negara tersebut. Dengan dasar ini selanjutnya pendidikan diangap sebagai kebutuhan dasar setiap individu, sehingga dalam setiap Negara berupaya bagaimana setiap warganya mendapatkan hak atas pendidikan yang dalam tataran kebijakan akhirnya muncul kebijakan pendidikan gratis.
Sejalan perjalanan bangsa Indonesia, secara kuantitas jumlah lembaga pendidikan di Indonesia baik lembaga pendidikan formal, informal maupun nin-formal terus meningkat. Hal ini seharusnya menjadi proses akselari terhadap tercapainya pendidikan nasional, yaitu "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." (UUD 1945 pasal 31 ayat 3). Namun fenomena lain justru terlihat berbalik berdasarkan beberapa sumber semenjak krisis moneter 1997 yang menimpa Indonesia, Indonesia menglami rentetan krisis, yaitu krisis moral serta krisis kepemimpian.
Sajian berita tentang kriminalitas semakin sering mewarnai media Indonesia, tawuran pelajar, anarkisme demonstrasi mahasiswa, terorisme, korupsi, mafia hukum, pembunuhan seorang Ibu/Bapak oleh anaknya, pelecahan seksual yang menjadikan subyek sekaligus obyek anak-anak di bawah usia, kejahatan-kejahatan yang dimulai dari perkenalan di dunia maya dan lain sebagainya. Semua fenomena yang begitu memperihatinkan sekaligus merisaukan bagi seluruh warga Negara republik Indonesia, kenapa semua ini terjadi. Kenapa pelajar yang dulu terlihat begitu lucu dan penuh prestasi bisa berubah menjadi brutal, kenapa pejabat yang seharusnya melayani masyarakat justru jadi penghisap darah rakyat dengan memakan hak-hak rakyat, kenapa teknologi yang seharusnya menjadi ruang akselerasi tujuan-tujuan mulia setiap elemen masyarakat justru menjadi media kriminalitas, kenapa seorang anak yang seharusnya melindungi dan melayani orang tuanya justru karena alasan sepele tega membunuh orang tuanya, ada apa dengan penduduk negeri ini?seolah semua penghuni negeri ini mengalami frustasi, depresi, keputusasaan serta saling curiga.
Dari beberapa literature yang mengkaji problem social ini memberikan sebauah bacaan kenapa kondisi masyarakat semacam itu. Globalisasi, kemajuan teknologi dalam masyarakat modern membuka sekat antara ruang dan waktu sehingga seolah dunia inimenjadi satu tidak ada lagi pemisah, pertukaran, percampuran dan pengaruh budaya tidak lagi dapat dielakkan, maka jangan akhirnya pribadi-pribadi yang terlibat dalam putaran itu menjadi kehilangan identitas dirinya, dan ketika identitas diri sudah bias sangat wajar seseorang melakukan hal-hal yang diluar value system yang selama ini dipegang kukuh.
Disamping kemajuan teknologi modern secara nyata memberikan ruang persaingan yang semakin ketat, siapa yang tidak memiliki skil dan relasi akan tergilas oleh arus persaingan. Konsekwensi dari kemajuan teknologi dan modernisasi tang berupa persaingan ini yang harus kita catat tebal. Mungkin “persaingan” lah yang menjadi cikal bakal dalam beberapa problem individu yang sering kita jumpai dalam masyarakat modern. Persaingan yang kuat dan keras membuat seseorang terfokus kepada bagaimana saya bisa menang (egois), bagimana saya bisa mendapatkan dengan cepat (hedois), apa yang bisa saya tunjukkan (pragmatis) dan sehingga ketika dia gagal dalam persaingan dia kan frustasi, putus asa dan akhirnya selalu dalam keraguan(skeptis), keraguan yang sebenarnya justru membuat seseorang terpuruk dalam bayangan dan ketakutan.
Kemudian dari ini pemerintah dengan beberapa ahlim mencoba mencari terobosan bagaimana mengatasi kondisi social semacam ini, karena jika dibiarkan terlalu lama kesenjangan antara masyarakat akan semakin terasa, dan ketika kesenjangan itu sudah menjadi kenyataan maka kriminal secara otomatis akan meningkat drastis dan seseorang akan semakin menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan diri dari arus persaingan sehingga mereka akan kehilangan hati nurani dan akal sehatnya dalam melangkah, ini lah awal kehanjuran negeri ini jika tidak segera disikapi.
Berangkat dari pembacaan terhadap kenyataan dan perkembangan globalisasi maka dalam kebijakan pendidikan beberapa tahun terakhir pemerintah menggalakkan sekolah-sekolah kejuruan guna menjawab tandangan dunia kerja yang semakin berat dan mengedepankan ketrampilan. Disamping itu, 2 Mei 2011 M. Nuh menteri pendidikan RI dalam pidatonya memproklamirkan penerapan pendidikan karakter sebagai bagian sistem pendidikan nasional, hal ini secara umum dikarenakan kenyataan bahwa dunia pendidikan nasional belum mampu mengangkat moralitas bangsa. Secara umum penerapan pendidikan karakter bertjuan bagaimana selain pendidikan nasional mampu mencerdaskan, memberikan pengetahun dan ketrampilan kepada generasi muda, pendidikan juga mampu menanamkan nilai-nilai yaitu beriman dan bertakwa; jujur dan bersih; santun dan cerdas; bertanggung jawab dan kerja keras; disiplin dan kreatif; peduli dan suka menolong. Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa.
Untuk optimalisasi peran pendidikan dalam membentuk generasi bangsa tentu dukungan dari keluarga dan lingkungan sebagai bagian dari raung pendidikan sangat penting. Bagiamana orang tua, tokoh masyarakat dan semua elemen masyarakat Indonesia, mampu memberikan keteladanan kepada generasi muda. Kenapa generasi muda sekarang sering bersikap instans dan praktis untuk mencapai sebuah tujuan karena sering kali kenyataan hidup di negeri ini menggambarkan betapa para pemimpin negeri ini mengahalalkan segala cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, sehingga jangan heran ketika generasi muda menjadi tidak mau berproses secara sungguh-sungguh dan sabar dalam mewujudkan keinginannya. Jangan heran ketika generasi muda berharap semua serba enak dan mudah, karena sering kali pejabat di negeri ini lebih gila dilayani daripada bersungguh-sungguh melayani masyarakat dan betapa setiap hari Televisi Indonesia mengahdirkan kehidupan-kehidupan yang glamor yang jauh dari kenyataan kehidupan masyarakat di negeri ini. Bagaimana dalam tontonan TV seorang pelajar selalu dimanjakan oleh orang tuanya, selalu dipenuhi apa yang menjadi keinginannya, seolah orang tua adalah pembantu. Maka ketika tontonan-tontanan semacam ini tetap dibiarkan bebas tanyang dan ditonton oleh anak-anak negeri ini tanpa ada pendampingan jangan heran ketika di kemudian hari anak-anak kita menjadi pribadi yang egosi, pragmatis dan hedois.
Berbagai pemberitaan kriminil di negeri ini yang semakin hari semakin meningkat jangan semata-mata dilihat sebagai kejahatan murni, tetapi coba perhatikan dengan cermat kenapa itu terjadi, secara mayoritas itu adalah bentuk dari rasa frustasi, katakutan dan keraguan akan masa depan. Mereka terobsesi dengan kehidupan yang glamor dan mudah tetapi mereka tidak mau repot dan kesulitan untuk mendapatkannya. Ini sedikit gambaran kejumutan masyarakat modern dengan kemajuan teknologi yang tidak didampingi dengan nilai-nilai agama dan moral, bagaimana sebanarnya globalalisasi dan modernisasi jika tidak disikapi dengan bijak tanpa sadar akan membentuk karakter-karakter negative dalam pribadi seseorang. Lewat tulisan ini penulis mengajak kepada semua elemen masyarakat untuk turut serta peduli (jangan egois) dengan pendidikan anak dan kondisi masyarakat sekitar demi mewujudkan bangsa yang jaya dan berpradaban tinggi. 

No comments: