A.
Problematika Pengajaran Bahasa Arab
Sudah bertahun-tahun kita mengelauhkan
pengajaran bahasa Arab menyangkut keberhasilannya yang masih jauh dari harapan.
Paling tidak ada dua problem yang sedang dan akan terus kita hadapi yaitu:
- Problem kebahasaan yang sering disebut problem linguistic
- Problem non kebahasaan atau problem non linguistic
Pengetahuan guru tentang
kedua problem itu penting agar guru dapat meminimalisasi problem tersebut dan
dapat mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Sehingga apa yang
diharapkan dari pengajaran bahasa Arab dalam batas-batas minimal dapat tercapai
dengan baik.
Problem kebahasaan
antara lain meliputi:
1.
Problem Aswat
Arabiyah
2.
Problem qowaid
dan i,rab
3.
Problem Tarokib
Adapun problem non kebahasaan antara lain
meliputi:
1.
Motivasi dan minat belajar
2. Sarana belajar
3. Kompetensi guru baik
akademik maupun paedagogik, kepribadian dan social.
4. Metode pembelajaran yang
digunakan
5.
Waktu yang
tersedia
Dari kedua problem di atas nampaknya yang
paling dominant mempengaruhi berhasil tidaknya pembelajaran bahasa Arab adalah
problem-problem non kebahasaan yang salah satunya adalah metode.
B.
Kata Kunci Yang Terkait Dengan Pembelajaran Bahasa Asing:
Ada tiga kata kunci yang
perlu dipahami dengan baik dalam kaitan dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai
bahasa asing yaitu:
1.
Pendekatan ( Al Madhol)
2.
Metode (Al Thariqoh)
3.
Teknik ( Al Tekniik)
Konsep ini yang ditawarkan
oleh Edward Anthony. Sedangkan menurut Richards
juga ada tiga tetapi, dengan menggunakan istilah lain yaitu:
1. Pendekatan
2. Disain yang meliputi
silaby, pemilihan materi, perumusan tujuan, dan penyediaan sarana belajar.
3. Prosedur.
Metode menurut Richards
merupakan payung. Ini berarti kalau kita bicara metode, maka pada saat yang
bersamaan kita bicara ketiga hal di atas.
Metode pembelajaran bahasa
nampaknya sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau al madhol apa yang mendasari
seseorang terhadap persepsinya tentang bahasa: Banyak sekali asumsi tentang
bahasa misalnya : Bahasa adalah kebiasaan (al- ‘adah) dan kebiasaan
membutuhkan pengulangan dan pembiasaan. Asumsi lain mengatakan bahwa bahasa
adalah hebit (al-malakah) sedang tulisan hanyalah symbol. Yang lain mengatakan
bahasa adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan. Masih
banyak lagi asumsi-asumsi lain menyangkut bahasa yang dari asumsi itu
melahirkan cara baik cara belajar maupun cara mengajar. Dari sini para pakar
mengatakan bahwa pendekatan adalah sejumlah asumsi tentang bahasa. Dengan
ungkapan yang sederhana dapat dikatakan bahwa bila asumsi oarng tentang bahasa
adalah lisan maka ia akan mengajarkan bagaimana keterampilan berbahasa harus
dicapai dan materi apa yang sesuai untuk mencapai tujuan itu. Sebaliknya bila
asumsi orang tentang bahasa adalah yang tertulis atau tulisan, maka yang akan
diajarkan adalah bagaimana memahami yang ditulis.
Saat guru mengajar di kelas baik pendekatan, maupun metode
tidak akan nampak, karena keduanya menyatu di dalam seni mengajar atau teknik
mengajar. Walaupun demikian guru bahasa harus berbekal dengan kompetensi
akademik yang di dalamnya adalah penguasaan metode, penguasaan materi, dan
pemahaman tentang berbagai pendekatan.
C.
Teori Yang Mendasari Metode
Ada kategorisasi tentang
metode yaitu: metode tradisional seperti metode qowaid dan terjemah, dan kedua
metode modern. Kategorisasi ini didasarkan pada ada tidaknya teori yang
mendasari metode .
Ada dua kerangka teori
yang mendasari sebuah metode sehingga ia disebut modern yaitu:
1. Teori Linguistik yakni
teori tentang bahasa itu sendiri.
2. Teori Psikologi
Pembelajaran Bahasa.
Kedua landasan teori
itulah yang digunakan untuk mengembangkan metode pembelajaran bahasa.
Teori psikologi
pembelajaran bahasa menegaskan bahwa orang belajar bahasa harus dengan
stimulus-respon. Ini artinya belajar bahasa menuntuk keaktipan pembelajar.
Namun, apa yang disebut stimulus tidak harus datang dari pihak luar atau dari
orang lain, melainkan bisa diciptakan oleh pembelajar sendiri.
Teori psikologi
pembelajaran bahasa ada beberapa aliran atau madzhab antara lain:
1. Madzhab Behaviorisme yang tokohnya antara lain
: Thorndike yang berpandangan bahwa belajar bahasa dilakukan dengan teori trial
and error yang bisa dilakukan oleh guru dengan melatihkan pembelajar secara
berulang-ulang. Ini menuntut guru harus pandai merekayasa lingkungan
pembelajaran. Atas dasar pandangan inilah muncul metode al-samiyah
syafahiyyah (aural oral approach). Yakni metode yang
melatihkan kemahiran pendengaran dan kemudian melatihkan pengucapan secara baik
dan benar. Metode ini menitik beratkan pada kegiatan reinforcement atau
al-ta’ziz, yang medianya bisa menggunakan media tadribat, menghafal
kosakata, dialog dan latihan pola-pola kalimat.
2. Madzhab Kognitif yang menyatakan bahwa
lingkungan bukanlah penentu hasil pembelajaran. Pembelajar pada saat menerima stimulus mempunyai hak untuk menentukan
pilihan respon yang sesuai. Pengikut madzhab ini adalah Noam Chomsky yang
berpandangan bahwa setiap orang memiliki kesiapan fitrah untuk belajar bahasa.
Sejak lahir setiap oaring telah dibekali Allah SWT piranti pemerolehan bahasa (jihaz iktisab al-lughah). Karena itu dalam hal
berbahasa ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu (1) ta’allum al-lughah dan
(2) iktisab al-lughah)
Teori linguistik atau teori kebahasaan yang
turut mendasari lahirnya metode dan perkembangannya. Teori kebahasaan ini
mendasari cara pandang terhadap hakikat bahasa. Dari teori ini lahir dua aliran
atau madzhab:
1. Aliran Struktural yang
dipelopori oleh Ferdinan de Saussure . Menurut aliran ini bahasa adalah :
a. Ujaran (lisan) dan bukan
tulisan.
b. Kemampuan bahasa diperoleh
melalui latihan pembiasaan dan pengulangan. Jadi bukan mengalihkan dari bahasa
pembelajar ke dalam bahasa target(BT)
c. Tiap bahasa mempunyai
system yang berbeda dari yang lain.
d. Tidak ada bahasa yang bisa
dinyatakan unggul atas bahasa yang lain
e. Semua bahasa yang hidup
mengalami perkembangan baik kosa kata maupun pola dan strukturnya.
f.
Sumber baku
bahasa adalah penutur bahasa tersebut. Dari sinilah muncul ungkapan “ bahasa
adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan.”
Proses pembelajaran bahasa
menurut aliran struktural ini adalah :
1. Pembiasaan, latihan dan
menirukan harus diintensifkan
2. Kemahiran berbahasa harus
dimulai dari mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
3. Pendekatan pembelajaran
bahasa bisa memanfaatkan analisis kontrastif (dirasah taqabuliyah) untuk
mencari sisi kesamaan antara bahasa pembelajar dengan bahasa target dan mencari
perbedaan-perbadaannya.
4.
Perlunya contoh
penuturan yang fasih menyangkut bunyi-bunyi, termasuk yang harus dibaca panjang dan pendek. Juga
kefasihan struktur agar tidak terkesan mengarabkan struktur Indonesia.
Dari dasar kedua teori baik linguistik maupun
teori psikologi pembelajaran bahasa inilah muncul metode audiolingual.
2. Aliran
Generatif-Transformasi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Noam Chomsky.
Menurut teori ini bahasa
itu terdiri dari dua struktur yaitu struktur dalam (al-bina al-asasy)
dan struktur luar (al-bina al-dhahiry). Misalnya ketika orang mengatakan
“ Al-muwaddhof ? Itu sama dengan
kalau ia mengatakan “ hal anta muwadhof ?
Selanjutnya menurut
Chomsky kemapuan seseorang dalam berbahasa ada dua macam yaitu kompetensi ( al-kafa’ah)
dan performasi (al-ada’). Ini artinya kemapuan seseorang dalam hal
berbahasa antara kompetensi dengan performansi berbeda dan tidak berbanding
lurus.Kemampuan al-ada’ lebih rendah dari kemampuan kompetensinya, baik dalam
bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.
Menurut Chomsky kemampuan
seseorang tentang tatabahasa baru brada pada kompetensi linguistic belum pada
kemahiran berbahasa. Memang kemampuan seseorang dalam berbahasa pun dapat
dibedakan menjadi :
1. Kemapuan berbahasa sekedar
dapat dipahami “ Al-lughoh al-mufahhamah”
2. Kemampuan berbahasa fasih”
Al-lughoh al-fasihah”
3. Kemapuan berbahasa indah Al-lughoh
al balighoh”
Berdasarkan teori
transformasi generatif, maka pembelajaran bahasa dilakukan dengan mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Bahwa kemampuan berbahasa merupakan sebuah proses kreatif. Karena itu
pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi ujaran-ujaran dalam
situasi komunikatif, bukan sekedar menirukan dan verbalisme.
2. Pemilihan materi tidak ditekankan pada hasil analisis kontrastif melainkan
pada kebutuhan komunikasi.
3. Kaedah nahu hanya diberikan bila diperlukan dan lebih bersifat implicit
untuk mendukung kemahiran berbahasa.
D.
Bagaimana Mengajarkan Struktur Yang Baik
Pertu diingat bahwa qowaid termasuk di dalamnya
tentang strukur atau tarakiib bukan lah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan “ Al-qowaid laisat ghayah wa innama hiya wasilah li al-wusul
ila al-ghayah”. Karena itu ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan bahwa” Dalam mengajarkan struktur di bawah payung all
in one sitem pengajaran struktur diajarkan secara implicit karena tujuannya
adalah untuk mendukung kemahiran berbahasa. Maka yang perlu dipahami adalah
misalnya srtuktur ismiyah itu mulai dari mana? Dan hingga batas mana kemampuan
yang ingin dicapai?
Memang secara teori
struktur dapat diajarkan melalui pendekatan dedutif yaitu mulai dari kaedah
baru kemudian memberi contoh-contoh. Tapi contoh-contoh inilah yang nantinya
dilatihkan. Karena itu contoh yang ditampilkan harus bahasa yang komunikatif.
Pendekatan yang lain adalah pendekatan induktif yang dimulai dengan
contoh-conth baru pembelajar diminta untuk memberi kesimpulan kaedahnya.
Pembelajaran struktur
implicit untuk mencapai kemahiran berbahasa dapat menggunakan beberapa media
antara lain:
1. Qowalib yakni dengan cara mengganti satu kata, tetapi strukturnya masih sama misalnya:
هذا ولد ذكى هذه ---- ----- (بنت(
هذا -------- - (تلميذ (
هذا تلميذ مجد ( مجد ) ة
Dengan model Tahwil
yakni mengubah bentuk, misalnya dari ismiyah menjadi fi’liyah atau sebaliknya,
dari mubtada muqaddam menjadi mubtada muakhar dst.Misalnya :
( فعلية ) يذهب احمد إلى المدرس
( اسمية ) احمد يذهب إلى المدرسة
(منفى ) لا يذهب المدرس إلى المدرسة
E.
Kesimpulan
Penyelesaian Problem pembelajaran bahasa Arab
khususnya dan bahasa asing umumnya belum mencapai tingkat keberhasilan yang
memadai. Banyak faktor yang
menyebabkannya, salah satunya adalah
persoalan metode pembelajaran yang digunakan. Walaupun demikian metode hanyalah
salah satu dari banyak faktor dan metode pada saat digunakan terkait dengan
faktor-faktor lain, seperti sarana belajar, lingkungan belajar, motivasi ,
kompetensi guru dan profesionalismenya.
Maka untuk membenahi itu
semua hal yang harus dilakukan adalah pembenahan terhadap kompetensi dan
profesionalisme guru mulai dari jengjang pendidikan paling rendah hingga tingkat tinggi. Di
samping itu paradigma pembelajaran bahasa Arab harus diubah dari sekedar
sebagai alat spiritualisasi menjadi alat saintifikasi dan perubahan ini harus
didukung dengan politik pemerintah baik Indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim maupun pemerintah Negara-negara Arab yang mestinya memiliki semangat
kuat untuk mengembangkan masyarakat muslim berbahasa Arab melalui pemberian bea
siswa besar-besaran untuk study lanjut dan bahkan peluang bekerja di Negara-negara
Timur Tengah dengan syarat memiliki kompetensi berbahasa Arab secara baik lisan
maupun tulisan.
No comments:
Post a Comment