SISTEM PENDEKATAN PEMBELAJARAN ANTARA KYAI
DAN SANTRI DALAM PENDIDIKAN PESANTREN
BAB I
PENDAHULUAN
Pesantren adalah lembaga
pendidikan islam yang tertua di Indonesia setelah rumah tangga. Menurut para
ahli pesantren baru dikatakan pesantren bila memenuhi lima syarat yaitu (1) Ada
kiai, (2) Ada pondok, (3) Ada masjid, (4) Ada santri, (5) Ada pengajaran baca
kitab kuning.
Pondok Pesantren juga merupakan
suatu keluarga yang besar dibawah binaan seorang kyai atau ulama di bantu oleh
ustadz, semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan :
halal-haram, wajib-sunnah, baik-buruk dan sebagainya itu berangkat dari hukum
agama islam dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian dari
ibadah keagamaan, dengan kata lain semua kegiatan dan aktivitas kehidupan
selalu dipandang dengan hukum agama Islam.
Pada kenyataannya pondok
pesantren dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan Islam juga berfungsi
sebagai tempat penyiaran agama Islam dimana para santri (santriwati/santriwan)
dididik untuk bisa hidup dalam suasana yang bernuansa agamis, maka dari itu
pondok pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat
sekitarnya dan menjadi rujukan moral/perilaku bagi masyarakat umum.
Merujuk dari judul diatas sistem dapat diartikan sebagai suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri
dari bagian-bagian di mana satu sama lain saling berhubungan dan
saling keterkaitan. Dengan demikian pengertian sistem pendekatan dalam
pembelajaran di pesantren adalah cara-cara pendekatan yang ditempuh dalam
kegiatan pembelajaran di suatu pesantren agar tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai secara optimal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM PEMBELAJARAN
Penggemblengan diri atau pembelajaran yang terjadi di pesantren, tidak
dapat lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab
penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan terhambatnya
proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola
metode pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat
pada guru (teacher center), padahal pada saat ini pola pembelajaran
tersebut sudah mulai diubah menjadi berpusat kepada siswa (student center).
Bertitik tolak dari sistem pendekatan di atas, maka dalam
kegiatan pembelajaran di suatu pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan
motifasi yang perlu diterapkan pada umumnya meliputi:
1. Prinsip Kebermaknaan
Prinsip ini memiliki arti bahwa para santri akan mempelajari sesuatu hal
apapun adalah jika sesuatu itu bermanfaat atau bermakna bagi kehidupan baik
untuk masa kini maupun untuk masa mendatang, baik bagi kepentingan hidupnya
sendiri maupun untuk masyarakatnya. Dengan kata lain salah satu faktor yang mendorong atau memotifasi santri untuk belajar adalah adanya
manfaat praktis dari suatu yang dipelajarinya itu dalam kehidupan. Oleh karena
itu biasanya seorang kiyai dalam mengajarkan suatu materi pelajaranya kepada
para santri nya melakukan:
a. Menghubungkan pelajaran yang ia
berikan dengan minat dan nilai-nilai santri.
b. Menghubungkan pelajaran dengan kehidupan
masa depan para santri.
2. Prinsip Prasyarat
Pada prinsip ini seorang santri akan tergerak untuk mempelajari sesuatu hal
yang baru apabila ia telah memiliki semua prasarat yang diperlukan untuk
mempelajarinya. Bila santri telah memilikinya, maka ia akan merasa bahwa
pelajaranya itu akan bermakna. Ia akan mampu menerima hubungan pengetahuan yang
lebih dan lainnya. Hal ini dapat di mengerti karena para kyai di pesantren
tidak hanya berfungsi sebagai pengajar tetapi juga berfungsi sebagai orang tua
bagi para santri yang senantiasa memberikan bimbingan-bimbingan dalam suasana
kekeluargaan. Sehingga dalam struktur sosilnya, pesantren lebih mencerminkan
sebagai kesatuan keluarga dalam jumlah besar dimana santri yang masih muda
usinya memperlakukan dan menganggap sebagai kakaknya terhadap santri yang lebih
tua usianya, demikian pula sebaliknya.
3. Prinsip Keterbukaan
Prinsip ini menuntut agar pendidik mendorong para santrinya agar lebih
banyak lagi mempelajari sesuatu dengan cara penyajian yang disusun sedemikian
rupa sehingga pesan-pesan pendidik terbuka bagi santri. Untuk itu, pendidik
biasanya melakukan langkah-langkah berikut ini:
a. Menjelaskan kepada para santri tentang tujuan-tujuan
pembelajaran yang jelas sehingga segala sesuatuyang diharapkan oleh kyai dapat
dimengerti oleh santrinya.
b. Menunjukan
hubungan-hubungan sebab akibat, mengapa hal-hal tersebut baru dipelajari.
c. Menghindari segala penjelasan yang dapat mengurangi
minat belajar para santri
d. Merangsang kemampuan sensoris para santri dengan bantuan alat-alat peraga yang relevan dengan materi
pelajaran.
e. Memberikan kesempatan kepada para santri untuk
menanyakan hal-hal yang belum dimengerti atau belum jelas.
4. Prinsip Kebaruan
Para santri biasanya akan lebih
tertarik untuk mempelajari sesuatu hal apabila hal itu adalah sesuatu yang baru
yang belum diketahuinya.
5. Prinsip Keterlibatan
Prinsip ini menjelaskan bahwa para
santri dapat belajar lebih giat dan aktif bila mana mereka terlibat secara
aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran di pesantren. Keterlibatan para
santri secara aktif ini biasanya dilakukan pada waktu kegiatan praktek Ibadah.
6. Prinsip Kebersamaan
Dalam dunia pesantren dikarenakan
kehidupan para santri senantiasa berada dalam kehidupan sosial yang intens,
maka dalam kegiatan belajarpun mereka melakukannya bersama-sama. Misalnya
sewaktu ditugaskan untuk menghafal teks-teks tertentu, mereka akan melakukannya
secara bersama-sama di dalam bilik masingt-masing, demikian juga ketika muthala’ah
(menelaah materi yang sudah atau akan dipelajarinya) suatu kitab, mereka
akan melakukannya secara berjamaah (Berdiskusi).
B.
Komunikasi Interaktif Kyai Dan Santri
Salah satu kelebihan sistem
pendidikan pesantren dibanding sistem pendidikan lain adalah adanya hubungan
yang akrab dan bersifat khusus humanis antara kyai dengan orang tua atau
keluarga santri dan dengan para santri itu sendiri. Seorang calon santri datang kepesantren umumnya diantarkan
oleh kedua orang tua atau keluarganya, kemudian dititipkan atau dipasrahkan
secara langsung kepada kyai untuk didik di pesantren.
Mendengar istiah pesantren, orang
pasti akan berfikir tentang sebuah lembaga pendidikan agama yang identik dengan
keberadaan kyai dan santri dimana ilmu-ilmu agama dalam kitab kuning dibaca,
dihafal dan dikaji. Pesantren merupakan sebuah komunitas kehidupan yang unik
jika dilihat dari pandangn sosiologi dan kebudayaan, yakni sebuah komunitas
dimana masyarakatnya membentuk ikatan mata rantai terpusat dengan aktivitas
tertentu. Masing-masing masyarakat satu sama lain mempunyai suatu hubungan yang
istimewa yang jarang dijumpai pada masyarakat kebanyakan. Ada beberapa keunikan
yang terdapat di pondok pesantren, diantaranya dilihat dari lokasinya pesantren
adalah sebuah kompleksitas lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan
sekitarnya yang terdiri dari komplek-komplek santri dan masjid atau kelas-kelas
sebagai tempat untuk mengaji dan yang unik lagi dari semua pesantren yang ada
yaitu di dekat lokasi-lokasi tersebut pasti berdiri rumah sang kyai. Keberadaan
santri juga tidak kalah unik, kata santri juga bisa dinisbatkan pada bahasa
jawa cantrik, yang artinya adalah selalu mengikuti kemana gurunya pergi, jadi
dapat disimpulkan bahwa santri
adalah seseorang yang tunduk dan patuh kepada gurunya bahkan mau melayani dan
ngawulo kepada guru/kyainya.
Tidak dipungkiri pesantren
mempunyai kekuatan (power) yang dapat diandalkan, yaitu kyai sebagai pemimpin
pesanren dan pesantren sendiri sebagai institusi dan sistem. Ada dua hal
menurut Horikhosi yang mengakari kekuatan kyai yaitu kredibilitas moral dan
kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan. Gelar kyai tidak
semata-mata diberikan pada ulama yang mempunyai kedudukan, wibawa dan pengaruh
yang sama akan tetapi diberikan oleh masyarakat muslim karena kealiman dan
pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Ahmad Tafsir menambahkan bahwa
kewibawaan kyai juga bersumber dari kemampuan-kemampuan supra rasional yang
dimilikinya. Walaupun sebenarnya sulit untuk membuktikan kebenarannya, namun
kepercayaan masyarakat akan hal tersebut cukup besar dan sangat
mempengaruhi dalam menghimpun kekuatan kyai.
Selanjutnya Ahmad Tafsir dengan
mengutip pendapat Geertz mengemukakan kemampuan pesantren dalam mengontrol
perubahan nilai yang juga tak lepas dari peran kyai sebagai penyaring informasi
yang masuk ke lingkungan kaum santri, mengajarkan hal-hal yang berguna dan
membuang yang merusak. Pada saat seperti ini, kemampuan kyai pesantren telah
terbukti dalam mengontrol nilai dan kebudayaan. Seberapa derasnya arus
informasi yang masuk pesantren, Kyai tidak akan pernah kehilangan peranannya sehingga masih mampu menjaga
pranata-pranata sosial dan perlunya perhatian dari tokoh-tokoh lain untuk
memperkuat kyai dalam menjaga pranata-pranata itu. Sebuah tulisan Gus Dur
tentang pola relasi kyai-santri di dalam tradisi pesantren menyatakan tidak
pernah dikenal istilah mantan santri atau mantan kyai. Hubungan kyai-santri
adalah hubungan yang akan terus melekat sampai akhirat kelak. Seorang santri,
ketika sudah keluar dari pondok, entah untuk tujuan studi atau terjun ke
masyarakat, akan terus mengemban amanah kesantriannya dan menyandang nama kyai
sebagai gurunya. Meskipun seandainya setelah itu tidak pernah terjadi kontak
fisik, secara batin sang kyai sebenarnya terus menyertainya lewat doa dan
barakah yang terus mengalir. Begitu juga sang santri bisa dikatakan sudah sowan
jika setiap saat memegang teguh ajaran kyainya dan tidak lupa berkirim al-fatihah
dan doa. Jika sang santri sampai akhir hayatnya tetap berpegang teguh kepada
ajaran kyainya, di akhirat kelak dia akan berkumpul di satu tempat bersama sang
kyai.
Dari hubungan yang positif itu
dapat menimbulkan hal-hal positif seperti dibawah ini, yang kemudian menjadi
watak dan ciri santri:
1. Tumbuhnya
sikap rendah hati (tawaddlu’) terhadap yang lebih bawah dan sikap hormat
(ta’dzim) kepada yang lebih atas, terutama dalam hal ilmu dan ibadah.
2. Terbentuknya
keperibadian yang berpola hidup hemat dan sederhana.
3. Terbiasa untuk hidup secara mandiri, mulai
seperti mencuci,, membersihkan kamar tidur serta memasak
sendiri.
4. Tumbuhnya jiwa suka menolong kepada orang
lain. Hal ini disebabkan karena suasana pergaulan di pesantren yang lebih familiar
dan menjunjung kesetaraan.
5. Terbentuknya sikap disiplin.
6. Timbulnya kesanggupan untuk hidup
prihatin, dalam rangka mencapai suatu tujuan yang mulia.
C. Pendekatan Dalam Pembelajaran
Pendekatan yang dipergunakan
dalam pembelajaran di pesantren biasanya meliputi hal-hal berikut ini:
1. Pendekatan sikologis
Pendekatan ini tekanan utamanya adalah dilakukannya dorongan atau motifasi
dari kyai kepada para santrinya dengan dorongan yang bersifat persuasive, yaitu
suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, afektif serta
psikomotorik. Seorang kyai sewaktu mengajar para santrinya tidak hanya
menekankan pada transfer ilmu secara lisan, tetapi ia melakukannya
dengan menggunakan bahasa jiwa (batin) sehingga keterlibatan santri tidak hanya
akal (pikiran) nya tetapi juga hati atau batinnya ikut terlibat.
2. Pendekatan sosial cultural
Pendekatan ini menghendaki pada usaha pengembangan sikap-sikap pribadi dan
sosial sesuai dengan kehidupan yang terjadi di masyarakat. Hal ini menuntut
pada adanya inovasi atau pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan tuntutan
keadaan. Pesantren dalam merespon tuntutan ini melakukannya melalui kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode musyawarah.
3. Pendekatan Keimanan
Yaitu suatu pendekatan yang dalam pelaksanaan pembelajaran berusaha
menjelaskan bahwa semua ilmu yang diajarkan akan membawa konsekuensi
keyakinan/keimanan pada santri kepada mentauhidkan Allah.
4. Pendekatan Sejarah
Pendekatan ini memberikan arah penekanan dalam kegiatan pembelajaran untuk
digunakannya pengalaman, kejadian, peristiwa, umat, tokoh dan nabi terdahulu
sebagai satu sisi yang dapat digunakan untuk pemberian pelajaran kepada para
santri. Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menghendaki ditampilkanya
kisah-kisah atau cerita tentang masa lalu yang memiliki nilai-nilai pendidikan
agar dapat menjadi pelajaran bagi para santri untuk kehidupannya.
5. Pendekatan Filosofis
Yaitu suatu pendekatan dalam kegiatan pengajaran kepada para santri untuk
difungsikan penalaran mereka dalam menelaah materi pelajaran yang disampaikan
sehingga kebenaran yang diterima tidak hanya berdasarkan keimanan tetapi juga
berdasarkan kebenaran dari pemikiran. Pendekatan ini walaupun lebih sering
digunakan untuk menyampaikan pengajaran tauhid/aqidah, namun dapat juga
digunakan untuk menyampaikan mata pelajaran lain seperti Fiqih, tafsir serta
lainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya sistem
pendekatan pembelajaran dalam pesantren tidak terlepas dari pola interaksi (
sosial ) antara Kyai, santri dan juga masyarakat.
Hal ini dapat terlihat ketika kyai memberikan sebuah pembelajaran kepada
para santri dengan melakukan cara-cara pendekatan yang merujuk kepada
prinsip-prinsip umum pembelajaran.
Dalam kegiatan
pembelajaran di suatu pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan motifasi yang
perlu diterapkan pada umumnya meliputi:
1) Prinsip
Kebermaknaan
2) Prinsip
Prasyarat
3) Prinsip
Keterbukaan
4) Prinsip
Kebaruan
5) Prinsip
Keterlibatan
6) Prinsip Kebersamaan
Pendekatan dalam pembelajaran yang dilakukan di pesantren meliput :
1) Pendekatan
sikologis
2) Pendekatan
sosial cultural
3) Pendekatan
Keimanan
4) Pendekatan
Sejarah
5) Pendekatan
Filosofis
DAFTAR PUSTAKA
--------Drs. Maksum, MA. Pola
Pembelajaran dipesantren, Depag: Jakarta, 2001.
--------Hasyim, M. Affan. Menggagas
Pesantren Masa Depan, Geliat Suara Santri Untuk Indonesia Baru. (Qirtas :
Yogyakarta), 2003
--------Mulyana, Deddy dan
Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antara Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan
Orang-Orang Berbeda Budaya.PT Remaja Rosadakarya : Bandung, 2006
No comments:
Post a Comment