Social Icons

Sunday, September 16, 2012

sosiologi pendidikan islam (Ala Pesantren)



SISTEM PENDEKATAN PEMBELAJARAN ANTARA KYAI DAN SANTRI DALAM PENDIDIKAN PESANTREN


BAB I
PENDAHULUAN

Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia setelah rumah tangga. Menurut para ahli pesantren baru dikatakan pesantren bila memenuhi lima syarat yaitu (1) Ada kiai, (2) Ada pondok, (3) Ada masjid, (4) Ada santri, (5) Ada pengajaran baca kitab kuning.
Pondok Pesantren juga merupakan suatu keluarga yang besar dibawah binaan seorang kyai atau ulama di bantu oleh ustadz, semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan : halal-haram, wajib-sunnah, baik-buruk dan sebagainya itu berangkat dari hukum agama islam dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian dari ibadah keagamaan, dengan kata lain semua kegiatan dan aktivitas kehidupan selalu dipandang dengan hukum agama Islam.
Pada kenyataannya pondok pesantren dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan Islam juga berfungsi sebagai tempat penyiaran agama Islam dimana para santri (santriwati/santriwan) dididik untuk bisa hidup dalam suasana yang bernuansa agamis, maka dari itu pondok pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya dan menjadi rujukan moral/perilaku bagi masyarakat umum.
Merujuk dari judul diatas sistem dapat diartikan sebagai suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian di mana satu sama lain saling berhubungan dan saling keterkaitan. Dengan demikian pengertian sistem pendekatan dalam pembelajaran di pesantren adalah cara-cara pendekatan yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran di suatu pesantren agar tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM PEMBELAJARAN
Penggemblengan diri atau pembelajaran yang terjadi di pesantren, tidak dapat lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat pada guru (teacher center), padahal pada saat ini pola pembelajaran tersebut sudah mulai diubah menjadi berpusat kepada siswa (student center).
Bertitik tolak dari sistem pendekatan di atas, maka dalam kegiatan pembelajaran di suatu pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan motifasi yang perlu diterapkan pada umumnya meliputi:
1.      Prinsip Kebermaknaan
Prinsip ini memiliki arti bahwa para santri akan mempelajari sesuatu hal apapun adalah jika sesuatu itu bermanfaat atau bermakna bagi kehidupan baik untuk masa kini maupun untuk masa mendatang, baik bagi kepentingan hidupnya sendiri maupun untuk masyarakatnya. Dengan kata lain salah satu faktor yang mendorong atau memotifasi santri untuk belajar adalah adanya manfaat praktis dari suatu yang dipelajarinya itu dalam kehidupan. Oleh karena itu biasanya seorang kiyai dalam mengajarkan suatu materi pelajaranya kepada para santri nya melakukan:
a.       Menghubungkan pelajaran yang ia berikan dengan minat dan nilai-nilai santri.
b.      Menghubungkan pelajaran dengan kehidupan masa depan para santri.
2.      Prinsip Prasyarat
Pada prinsip ini seorang santri akan tergerak untuk mempelajari sesuatu hal yang baru apabila ia telah memiliki semua prasarat yang diperlukan untuk mempelajarinya. Bila santri telah memilikinya, maka ia akan merasa bahwa pelajaranya itu akan bermakna. Ia akan mampu menerima hubungan pengetahuan yang lebih dan lainnya. Hal ini dapat di mengerti karena para kyai di pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pengajar tetapi juga berfungsi sebagai orang tua bagi para santri yang senantiasa memberikan bimbingan-bimbingan dalam  suasana kekeluargaan. Sehingga dalam struktur sosilnya, pesantren lebih mencerminkan sebagai kesatuan keluarga dalam jumlah besar dimana santri yang masih muda usinya memperlakukan dan menganggap sebagai kakaknya terhadap santri yang lebih tua usianya, demikian pula sebaliknya.
3.      Prinsip Keterbukaan
Prinsip ini menuntut agar pendidik mendorong para santrinya agar lebih banyak lagi mempelajari sesuatu dengan cara penyajian yang disusun sedemikian rupa sehingga pesan-pesan pendidik terbuka bagi santri. Untuk itu, pendidik biasanya melakukan langkah-langkah berikut ini:
a.    Menjelaskan kepada para santri tentang tujuan-tujuan pembelajaran yang jelas sehingga segala sesuatuyang diharapkan oleh kyai dapat dimengerti oleh santrinya.
b.    Menunjukan hubungan-hubungan sebab akibat, mengapa hal-hal tersebut baru dipelajari.
c.    Menghindari segala penjelasan yang dapat mengurangi minat belajar para santri
d.   Merangsang kemampuan sensoris para santri dengan bantuan alat-alat peraga yang relevan dengan materi pelajaran.
e.    Memberikan kesempatan kepada para santri untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti atau belum jelas.
4.   Prinsip Kebaruan
       Para santri biasanya akan lebih tertarik untuk mempelajari sesuatu hal apabila hal itu adalah sesuatu yang baru yang belum diketahuinya.

5.   Prinsip Keterlibatan
       Prinsip ini menjelaskan bahwa para santri dapat belajar lebih giat dan aktif bila mana mereka terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran di pesantren. Keterlibatan para santri secara aktif ini biasanya dilakukan pada waktu kegiatan praktek Ibadah.
6.   Prinsip Kebersamaan
       Dalam dunia pesantren dikarenakan kehidupan para santri senantiasa berada dalam kehidupan sosial yang intens, maka dalam kegiatan belajarpun mereka melakukannya bersama-sama. Misalnya sewaktu ditugaskan untuk menghafal teks-teks tertentu, mereka akan melakukannya secara bersama-sama di dalam bilik masingt-masing, demikian juga ketika muthala’ah (menelaah materi yang sudah atau akan dipelajarinya) suatu kitab, mereka akan melakukannya secara berjamaah (Berdiskusi).

B.     Komunikasi Interaktif Kyai Dan Santri
Salah satu kelebihan sistem pendidikan pesantren dibanding sistem pendidikan lain adalah adanya hubungan yang akrab dan bersifat khusus humanis antara kyai dengan orang tua atau keluarga santri dan dengan para santri itu sendiri. Seorang calon santri datang kepesantren umumnya diantarkan oleh kedua orang tua atau keluarganya, kemudian dititipkan atau dipasrahkan secara langsung kepada kyai untuk didik di pesantren.
Mendengar istiah pesantren, orang pasti akan berfikir tentang sebuah lembaga pendidikan agama yang identik dengan keberadaan kyai dan santri dimana ilmu-ilmu agama dalam kitab kuning dibaca, dihafal dan dikaji. Pesantren merupakan sebuah komunitas kehidupan yang unik jika dilihat dari pandangn sosiologi dan kebudayaan, yakni sebuah komunitas dimana masyarakatnya membentuk ikatan mata rantai terpusat dengan aktivitas tertentu. Masing-masing masyarakat satu sama lain mempunyai suatu hubungan yang istimewa yang jarang dijumpai pada masyarakat kebanyakan. Ada beberapa keunikan yang terdapat di pondok pesantren, diantaranya dilihat dari lokasinya pesantren adalah sebuah kompleksitas lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya yang terdiri dari komplek-komplek santri dan masjid atau kelas-kelas sebagai tempat untuk mengaji dan yang unik lagi dari semua pesantren yang ada yaitu di dekat lokasi-lokasi tersebut pasti berdiri rumah sang kyai. Keberadaan santri juga tidak kalah unik, kata santri juga bisa dinisbatkan pada bahasa jawa cantrik, yang artinya adalah selalu mengikuti kemana gurunya pergi, jadi dapat disimpulkan bahwa santri adalah seseorang yang tunduk dan patuh kepada gurunya bahkan mau melayani dan ngawulo kepada guru/kyainya.
Tidak dipungkiri pesantren mempunyai kekuatan (power) yang dapat diandalkan, yaitu kyai sebagai pemimpin pesanren dan pesantren sendiri sebagai institusi dan sistem. Ada dua hal menurut Horikhosi yang mengakari kekuatan kyai yaitu kredibilitas moral dan kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan. Gelar kyai tidak semata-mata diberikan pada ulama yang mempunyai kedudukan, wibawa dan pengaruh yang sama akan tetapi diberikan oleh masyarakat muslim karena kealiman dan pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Ahmad Tafsir menambahkan bahwa kewibawaan kyai juga bersumber dari kemampuan-kemampuan supra rasional yang dimilikinya. Walaupun sebenarnya sulit untuk membuktikan kebenarannya, namun kepercayaan  masyarakat akan hal tersebut cukup besar dan sangat mempengaruhi dalam menghimpun kekuatan kyai.
Selanjutnya Ahmad Tafsir dengan mengutip pendapat Geertz mengemukakan kemampuan pesantren dalam mengontrol perubahan nilai yang juga tak lepas dari peran kyai sebagai penyaring informasi yang masuk ke lingkungan kaum santri, mengajarkan hal-hal yang berguna dan membuang yang merusak. Pada saat seperti ini, kemampuan kyai pesantren telah terbukti dalam mengontrol nilai dan kebudayaan. Seberapa derasnya arus informasi yang masuk pesantren, Kyai tidak akan pernah kehilangan peranannya sehingga masih mampu menjaga pranata-pranata sosial dan perlunya perhatian dari tokoh-tokoh lain untuk memperkuat kyai dalam menjaga pranata-pranata itu. Sebuah tulisan Gus Dur tentang pola relasi kyai-santri di dalam tradisi pesantren menyatakan tidak pernah dikenal istilah mantan santri atau mantan kyai. Hubungan kyai-santri adalah hubungan yang akan terus melekat sampai akhirat kelak. Seorang santri, ketika sudah keluar dari pondok, entah untuk tujuan studi atau terjun ke masyarakat, akan terus mengemban amanah kesantriannya dan menyandang nama kyai sebagai gurunya. Meskipun seandainya setelah itu tidak pernah terjadi kontak fisik, secara batin sang kyai sebenarnya terus menyertainya lewat doa dan barakah yang terus mengalir. Begitu juga sang santri bisa dikatakan sudah sowan jika setiap saat memegang teguh ajaran kyainya dan tidak lupa berkirim al-fatihah dan doa. Jika sang santri sampai akhir hayatnya tetap berpegang teguh kepada ajaran kyainya, di akhirat kelak dia akan berkumpul di satu tempat bersama sang kyai.
Dari hubungan yang positif itu dapat menimbulkan hal-hal positif seperti dibawah ini, yang kemudian menjadi watak dan ciri santri:
1.      Tumbuhnya sikap rendah hati (tawaddlu’) terhadap yang lebih bawah dan sikap hormat (ta’dzim) kepada yang lebih atas, terutama dalam hal ilmu dan ibadah.
2.      Terbentuknya keperibadian yang berpola hidup hemat dan sederhana.
3.      Terbiasa untuk hidup secara mandiri, mulai seperti mencuci,, membersihkan kamar tidur serta memasak sendiri.
4.      Tumbuhnya jiwa suka menolong kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena suasana pergaulan di pesantren yang lebih familiar dan menjunjung kesetaraan.
5.      Terbentuknya sikap disiplin.
6.      Timbulnya kesanggupan untuk hidup prihatin, dalam rangka mencapai suatu tujuan yang mulia.

C.    Pendekatan Dalam Pembelajaran
Pendekatan yang dipergunakan dalam pembelajaran di pesantren biasanya meliputi hal-hal berikut ini:
1.      Pendekatan sikologis
Pendekatan ini tekanan utamanya adalah dilakukannya dorongan atau motifasi dari kyai kepada para santrinya dengan dorongan yang bersifat persuasive, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, afektif serta psikomotorik. Seorang kyai sewaktu mengajar para santrinya tidak hanya menekankan pada transfer ilmu secara lisan, tetapi ia melakukannya dengan menggunakan bahasa jiwa (batin) sehingga keterlibatan santri tidak hanya akal (pikiran) nya tetapi juga hati atau batinnya ikut terlibat.
2.      Pendekatan sosial cultural
Pendekatan ini menghendaki pada usaha pengembangan sikap-sikap pribadi dan sosial sesuai dengan kehidupan yang terjadi di masyarakat. Hal ini menuntut pada adanya inovasi atau pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan tuntutan keadaan. Pesantren dalam merespon tuntutan ini melakukannya melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode musyawarah.
3.      Pendekatan Keimanan
Yaitu suatu pendekatan yang dalam pelaksanaan pembelajaran berusaha menjelaskan bahwa semua ilmu yang diajarkan akan membawa konsekuensi keyakinan/keimanan pada santri kepada mentauhidkan Allah.
4.      Pendekatan Sejarah
Pendekatan ini memberikan arah penekanan dalam kegiatan pembelajaran untuk digunakannya pengalaman, kejadian, peristiwa, umat, tokoh dan nabi terdahulu sebagai satu sisi yang dapat digunakan untuk pemberian pelajaran kepada para santri. Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menghendaki ditampilkanya kisah-kisah atau cerita tentang masa lalu yang memiliki nilai-nilai pendidikan agar dapat menjadi pelajaran bagi para santri untuk kehidupannya.
5.      Pendekatan Filosofis
Yaitu suatu pendekatan dalam kegiatan pengajaran kepada para santri untuk difungsikan penalaran mereka dalam menelaah materi pelajaran yang disampaikan sehingga kebenaran yang diterima tidak hanya berdasarkan keimanan tetapi juga berdasarkan kebenaran dari pemikiran. Pendekatan ini walaupun lebih sering digunakan untuk menyampaikan pengajaran tauhid/aqidah, namun dapat juga digunakan untuk menyampaikan mata pelajaran lain seperti Fiqih, tafsir serta lainya.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya sistem pendekatan pembelajaran dalam pesantren tidak terlepas dari pola interaksi ( sosial ) antara Kyai, santri dan juga masyarakat.
Hal ini dapat terlihat ketika kyai memberikan sebuah pembelajaran kepada para santri dengan melakukan cara-cara pendekatan yang merujuk kepada prinsip-prinsip umum pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran di suatu pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan motifasi yang perlu diterapkan pada umumnya meliputi:
1)      Prinsip Kebermaknaan
2)      Prinsip Prasyarat
3)      Prinsip Keterbukaan
4)      Prinsip Kebaruan
5)      Prinsip Keterlibatan
6)      Prinsip Kebersamaan
Pendekatan dalam pembelajaran yang dilakukan di pesantren meliput  :
1)      Pendekatan sikologis
2)      Pendekatan sosial cultural
3)      Pendekatan Keimanan
4)      Pendekatan Sejarah
5)      Pendekatan Filosofis

DAFTAR PUSTAKA

--------Drs. Maksum, MA. Pola Pembelajaran dipesantren, Depag: Jakarta, 2001.
--------Hasyim, M. Affan. Menggagas Pesantren Masa Depan, Geliat Suara Santri Untuk Indonesia Baru. (Qirtas : Yogyakarta), 2003
--------Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antara Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.PT Remaja Rosadakarya : Bandung, 2006

No comments: